Langsung ke konten utama

Mengingat Jalan Raya Serpong

Ada banyak hal yang bisa kuingat dari Jalan Raya Serpong kalau nantinya aku jadi meninggalkan tempat ini. Bukan berarti aku akan merindukannya. Bisa jadi aku cuma akan mengingat beberapa hal saja sehingga perlu menuliskan beberapa hal di sini.

Iklan Pilkada Ratu Atut-Rano Karno Ter-stretch
 Mungkin pilkada gubernur dan wakil gubernur Propinsi Banten pada tahun 2011 ini adalah satu-satunya pilkada gubernur setempat yang aku ada di sana ketika berlangsung. Sebenarnya melihat dari jumlah spanduk, iklan billboard, stiker gratis, pamflet dan hal lainnya, bisa ditebak kalau pasangan inilah yang menjadi berbahagia sebagai pasangan yang menang! Memang sepertinya Ratu Atut masih belum ada lawan. Tidak tahu apakah Rano Karno akan berfungsi secara optimal dan efektif. Sepertinya itu adalah soal lain.





Macet Pagi Hari: Tak Jelas Apa Penyebabnya!
Kemacetan pagi hari yang tak jelas apa penyebabnya, bisa terjadi secara acak, memang bisa mengganggu pagi yang seharusnya membuat kita bersemangat! Tapi namanya juga Jalan Raya Serpong, Kota Tangerang Selatan. Sepertinya kota ini belum siap untuk peningkatan status dan banyak hal yang tidak berjalan semestinya.

Efek Macet Sampai Sekian Kilometer
 Kemacetan acak yang bisa terjadi tanpa ada tanda-tanda lebih dulu bahkan bisa mencapai beberapa kilometer! Bayangkan bahwa ini sebuah kota yang baru berdiri. Bukan termasuk DKI Jakarta. Tetapi kemacetannya sama saja dengan isi jalan bisa jadi adalah para komuter dari atau menuju wilayah Jakarta (Barat atau Selatan).

Pangkas Rambut Murah Meriah

Memang beliau di atas bukan tukang cukur rambut langgananku. Aku cuma menjadikannya ilustrasi. Kurasa kalau di Jakarta akan cukup sulit mencari tukang cukur rambut (atau "pangkas rambut"?) yang hasilnya cukup memadai dengan harga cuma Rp. 8.000,- saja dan posisi tempat usahanya adalah di tepi jalan besar, bersebelahan dengan kompleks rumah elit yang iklannya saja "Nothing under 1 billion". Keren gak tuh? Atau malah kontradiktif?

Kurasa akan kutambahkan beberapa hal lagi tapi untuk sementara ini cukup segini dulu.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

basically, what i do is...

losing money. i tend to think that i am smart than most people surrounding me in a daily basis but when i get to expand the circle just a little bit then wham! i am reminded how little i know about the real world and how people will not even acknowledge my level of knowledge. that i am just a nobody. that hurts. i told myself that i know a lot then act upon that information that i thought would be enough. many times, i get told that i know nothing. that my decision making is flawed. that i am not getting better, not learning from past mistakes. you know what? at least i know that i do not know. then i will try to learn more just to get that fraction of information / knowledge to add to my brain. i will prevail. i should.

Melakukan Perawatan Kendaraan Secara Berkala

Aku punya beberapa jenis kendaraan sebagai hak milik. Beberapa jenis punya lebih dari satu unit. Skuter dan sepeda, misalnya. Ada skuter keluaran Piaggio tahun 1980 dan 1994. Sepeda gunung dan sepeda balap. Sebuah motor trail keluaran Yamaha tahun 1976. Sebuah mobil tahun 2013. Yang tak kuperhitungkan dengan cermat sebelumnya adalah bahwa ada yang disebut dengan upkeep  alias biaya untuk tetap menjaga semuanya tetap bisa dipakai dan berfungsi dengan baik. Ongkos perawatan dan pemeliharaan, kalau mau sederhananya. Tidak kubayangkan bahwa tiap kendaraan untuk tetap legal, aku harus setia membayar pajak kendaraan tiap tahun. Untuk itu saja sudah habis sekian juta rupiah. Setiap tahunnya.

Build From Scratch, Again?

The transplants that had to build work, friendship and love from scratch all went a bit nuts and cannibalized themselves and others. Membaca dapat menjadi kegiatan yang membuka mata atau menohok perasaan, seperti kutipan artikel di atas (versi utuh dapat ditemukan di sini ). Aslinya tulisan opini tentang pengalaman sebagai perempuan di New York City tetapi kutipan kalimat di atas dapat digunakan untuk menjelaskan keadaan siapa saja yang datang ke kota besar yang baru. Seperti yang aku alami sekian tahun yang lalu saat pertama kali datang ke sebuah kota besar di pulau Jawa. Aku harus memulai segalanya dari awal, masuk lingkungan baru yang menganggap logat bicara dan cara berpakaianku waktu itu adalah udik. Aku tak keberatan karena memang aku berasal dari tengah hutan. Betapa berat penyesuaian yang harus kulakukan di lingkungan baru, membangun segalanya dari awal lagi. Kemudian beberapa tahun kemudian saat aku menerima tawaran untuk bekerja di pulau yang berbeda di propinsi yang ja...