Langsung ke konten utama

Pembuka Jalan Pun Sengsara

Kemacetan di jalanan ibukota ini memang semakin absurd. Aku tak tahu kenapa bisa sepertinya tak ada antisipasi atau upaya pemecahan masalah yang komprehensif dari pemerintah kita yang "tercinta" ini. Sungguh mengesalkan ketika hidup kita tersia-siakan di jalan raya, keinginan produktif dan bekerja yang efisien tinggal angan-angan belaka.

Kenapa aku bisa berpendapat seperti itu?

Lihat saja keadaan jalanan ibukota dan kota-kota besar lainnya di Indonesia maka kau akan mengerti.

Voorrijder Pening Di Tengah Kemacetan Jalur Cepat Jalan Sudirman
Pada suatu siang waktu aku terjebak kemacetan imbas simpul yang tak terurai karena volume kendaraan lewat yang sangat besar, di Jalan Sudirman, Jakarta Pusat. Aku dengar sirene dari belakang dan ketika kulihat di rearview mirror ternyata ada rombongan menteri (?) yaitu sedan bernomor RI XX yang dikawal oleh patroli kendaraan bermotor.


Pembuka jalan ini kelihatan sangat sulit berusaha membuka jalan untuk VIP yang dikawal olehnya. Tak heran, mengingat celah yang sudah sempit antar mobil yang terjebak di jalur cepat itu membuat petugas sulit meminta para pengemudi untuk menepikan kendaraan agar VIP bisa lewat. Soalnya, mau menepi ke mana lagi?

Bagiku rakyat jelata, pemandangan seperti itu memunculkan sebersit harapan, barangkali -- penekanan pada "barangkali" -- pemerintah yang merasakan terjebak di tengah kemacetan itu akan berpikir dan bertindak (baca: berinisiatif) untuk memulai upaya bersama menyelesaikan masalah kemacetan ini. Tetapi sepertinya birokrat dan pemerintah sekarang bisa dianggap tidak berguna dalam hal praktis yang kasat mata karena tentunya, siapa sih yang berani melawan industri otomotif?

Sebuah industri yang tahun 2011 ini punya target penjualan lebih dari 800 ribu kendaraan (mobil?). Bila satu unit kendaraan bermotor rata-rata bernilai seratus juta rupiah, maka nilai industri yang kita bicarakan ini bernilai... delapan puluh trilyun rupiah!!! Itu baru hitung-hitungan ala orang bodoh saja.

Mungkin bisa dibayangkan berapa besar resistensi industri otomotif terhadap upaya pemerintah mengurangi pembelian kendaraan bermotor. Upaya mengurangi kemacetan dengan memperbaiki kendaraan umum, apa insentifnya bagi pemerintah? Setidaknya, bagi bagian pemerintah yang paling berhak merumuskan kebijakan dan mengambil keputusan, upaya memindahkan rakyat ke kendaraan umum untuk keperluan transportasinya, seperti kurang dikerjakan serius. Tidak jelas apakah pernah ada perbandingan antara penghasilan yang diperoleh dari industri otomotif versus nilai subsidi BBM yang harus ditanggung oleh pemerintah dalam APBN.

Tappi, siapalah aku ini yang cuma bisa geram melihat keadaan jalanan ibukota? Mungkin macetnya jalan di mana-mana ini bisa diandaikan sama dengan macetnya daya pikir dan kemampuan pemerintah kita dalam menyelesaikan masalah rakyat.



Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bugging Me

Look, I am not a person that you might call "grammar Nazi" but CMIIW, shouldn't this ad be corrected? Is it or is it not the correct word should be " SMOOTHER "?

Mengingat Jalan Raya Serpong

Ada banyak hal yang bisa kuingat dari Jalan Raya Serpong kalau nantinya aku jadi meninggalkan tempat ini. Bukan berarti aku akan merindukannya. Bisa jadi aku cuma akan mengingat beberapa hal saja sehingga perlu menuliskan beberapa hal di sini. Iklan Pilkada Ratu Atut-Rano Karno Ter- stretch  Mungkin pilkada gubernur dan wakil gubernur Propinsi Banten pada tahun 2011 ini adalah satu-satunya pilkada gubernur setempat yang aku ada di sana ketika berlangsung. Sebenarnya melihat dari jumlah spanduk, iklan billboard, stiker gratis, pamflet dan hal lainnya, bisa ditebak kalau pasangan inilah yang menjadi berbahagia sebagai pasangan yang menang! Memang sepertinya Ratu Atut masih belum ada lawan. Tidak tahu apakah Rano Karno akan berfungsi secara optimal dan efektif. Sepertinya itu adalah soal lain.

Pameran 200 Tahun Raden Saleh

Billboard Pameran Raden Saleh di Parkiran Museum Nasional