Langsung ke konten utama

Berbeda.

Melakukan perjalanan sehari-hari menggunakan angkutan umum membuatku sadar bahwa kita berbeda.
Menurutku, aku sepantasnya bersyukur atas apa yang aku peroleh.
Dari mengamati sekitar, aku diingatkan bahwa masih ada banyak orang yang taraf ekonominya lebih rendah, tapi bisa terlihat hidup lebih berbahagia.
Misalnya si supir angkot tadi. Dia terlihat sangat senang bisa bawa pulang tiga puluh ribu rupiah pada hari ini.
Aku?
Bawa pulang sepuluh kali lipatnya pun, belum tentu bisa tersenyum.
Sangat berbeda.
Jauh.
Mungkin hidupku terlalu serius dan aku sering melihat gelas yang setengah kosong.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bugging Me

Look, I am not a person that you might call "grammar Nazi" but CMIIW, shouldn't this ad be corrected? Is it or is it not the correct word should be " SMOOTHER "?

Pameran 200 Tahun Raden Saleh

Billboard Pameran Raden Saleh di Parkiran Museum Nasional

Parkir "Ngaco" dan Tak Pedulian...(?)

Yeah aku tahu kalau memang parkir mundur itu SULIT apalagi kalau available space for maneuvering  sangat terbatas. Tetapi kenapa -- kalau memang masih ada waktu untuk itu -- tidak melakukan koreksi atas posisi parkir mobil yang kita pergunakan kalau kita sadar itu bisa menyulitkan diri sendiri untuk keluar dari parkiran nantinya (atau orang lain untuk memasuki tempat parkir di sebelah kita)? Misalnya posisi di atas, seberapa sulitnya untuk sadar bahwa posisi parkir kita itu SANGAT MIRING bahkan sampai memakan space parkir sebelah kita? Serendah itukah kemampuan mengemudimu? Yang terpikirkan olehku adalah dia terburu-buru ( positive thinking ) atau tak pedulian ( negative thinking ). Atau: Apakah SIM A yang kau pergunakan itu diperoleh dengan cara-cara tak pantas atau bahkan ilegal? Mengapa oh mengapa dirimu parkir dengan posisi sedemikian rupa?