Langsung ke konten utama

Prioritas dan Profesional

Kemarin aku mengundang beberapa kolega untuk meeting dengan agenda membahas target dari kantor pusat. Menurutku, menjelang akhir bulan dan kenyataan bahwa target yang ditetapkan sudah meleset, wajar bila kita dudul bersama dan membahas what's went wrong? sehingga tak berhasil untuk target dalam daftar A, dan hanya empatpuluh persen dari target dalam daftar B.

Aku kaget ketika mendapat penolakan dalam bentuk halus dan hampir-hampir seperti mengatakan kalau gue kagak mau meeting, loe bisa apa?

Tentu keengganan untuk rapat ini membuatku tidak senang. Soalnya berhasil atau tidaknya mencapai target, akulah yang harus menjelaskannya kepada atasan-atasan di kantor pusat. Target memang ditetapkan dari kantor pusat dan seperti target yang ditetapkan top-down seperti ini, tak jarang kita merasa tidak cocok sama sekali. Kan kita yang di daerahlah yang tahu kondisi sebenarnya dan mengapa ada yang bisa tercapai dan ada yang tak bisa tercapai.


Tapi, seperti umumnya instruksi dari pusat, kita ya menjalankan sampai tercapai hasil yang memuaskan mereka di sana. Wajar, kerja ya harus ada target. Profesional dong dalam menjalankannya.

Kalau punya rekan kerja yang pada "menolak" bekerja diberi target, apa yang bisa dilakukan? Mereka yang dengan cepat dan gampangnya mengatakan that's not my job or responsibility, bagaimana mengatakan bahwa mereka sebenarnya menghambat diri sendiri? Karena dengan self imposed limitation seperti itu, mungkin hidup sebagai pegawai kantoran terasa enak karena santai dan tidak merepotkan, tetapi juga tak akan ke mana-mana?

Hari ini harus kucoba lagi "menghadirkan" mereka dalam rapat. Bila mereka tidak berkenan datang kepadaku, biarlah aku yang datang ke mereka, satu per satu, sampai didapat kesimpulannya. Resikonya adalah aku akan semakin tidak disukai dan ini (tidak disukai kolega) sebenarnya sudah terjadi.

Apa boleh buat, kalau tidak senang, mereka boleh protes dan segala macam tindakan lainnya. Tapi begitu disuruh menemani menghadap perwakilan kantor pusat, hampir semua langsung tidak bersedia. Heh, jadi mau mereka apa?

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Make Some Free Time For Yourself

Here I am, wondering how can I make some free time for myself so I can start doing some coding on the side. Yes, I decided that I might  need new ability, that is to code something. A computer program, if I may. Why? Because this is a new era where data matters. I have to be able to at least know some programming stuff, expanding (or taking up) from where I left a few years ago. Like when I started with Pascal. Then some Basic. Then move to Fortran. Never get my hands on C. What language now I will study? Either Phyton, or R. Whichever have the most free accessible library for me to study. Back to the title: how do I make some free time? I know I can, just have to find which part of my habit to kick out. Let's do this!

"Persistent, With Smile"

Itulah motto yang harus kupegang dalam menjalankan tugas sekarang ini. Maksud dari "Persistent, With Smile" adalah bahwa aku tetap ngotot mencapai tujuan tugas/ kerja tanpa melupakan untuk terus tersenyum. Terdengar lebih mudah daripada kenyataannya karena saat mendapati hasilnya tak sebanding dengan upaya yang dikeluarkan, bisa jadi terasa pesimis, frustrasi, atau bahkan putus asa dan menjadi apatis! Ini tentu tidak baik dan tidak sehat. Untuk tetap bisa tersenyum dalam arti senyum yang sebenarnya, bukan senyum palsu yang dipaksakan, aku tentu akan mencoba mencari alasan yang pas. Tentu untuk bisa tersenyum dengan tulus dan punya makna, aku sedang ingin tersenyum. Yang kulakukan kemudian adalah menemukan hal-hal yang membuatku bisa tersenyum! Pencapaian kecil, lelucon pribadi, hal menyenangkan yang bisa kunikmati sendiri atau dibagi dengan orang lain. Tetap berusaha keras dengan memikirkan cara dan solusi terbaik, alternatif yang wajar, jalan keluar dari masalah,...

Sepeda Motor Di Jalur Cepat

Bisa dibilang, pepatah "Hukum Tidak Berlaku Bagi Yang Membuatnya" bisa diterapkan di Indonesia. Memang, dengan tidak seratus persen benar karena polisi tidak membuat sendiri begitu saja hukum berlalu-lintas di jalan raya. Tetapi sebagai otoritas yang berwenang menegakkan peraturan lalu-lintas, pelanggaran yang mereka sendiri lakukan terasa menjengkelkan dan menunjukkan seberapa baik kualitas sumber daya manusia yang menjadi petugas polisi. Mau Nyelip Tapi Gak Muat. Misalnya pada suatu hari sebelum mulai cuti bersama Idul Fitri tahun 2011 ini. Macetnya jalanan di Jakarta (sepertinya) makin meningkat! Mantapnya menyengsarakan! Aku tak habis pikir bagaimana bisa pemerintah kita ini seperti tak melakukan apa-apa dan tak bisa proyeksi pertumbuhan kendaraan pribadi di jalanan! Atau barangkali ada motif tertentu? Entahlah. Tapi, kembali ke topik: