Langsung ke konten utama

Belajar Dari Yang Kualitas Biasa

Jadi seperti kebanyakan pemuda millenial yang berkeliaran di muka bumi Indonesia saat ini, aku juga belajar menikmati kopi. Terutama bila kopinya bersumber dari tanah air Nusantara. Karena aku cinta Indonesia, aku cinta Rupiah.

Sebenarnya aku cinta uang, mau Rupiah, mau Dolar, mau Ringgit ataupun Riyal. Yang penting UANG.

Melenceng sedikit, sekarang balik ke topik kopi.

Tentu saja karena kopi  yang baik tidak pernah murah. Kenapa begitu? Ya tentu saja porsi petani harus baik. Namanya juga apresiasi terhadap kerja.

Sama kalau saya jadi karyawan terus bekerja dengan baik (setidaknya menurut saya dan atasan saya), tapi oleh HRD hanya diberikan upah di batas bawah rerata industri. Ya emosi dong. Tidak rela.

Atau kalau saya jadi pengusaha, bekerja dengan totalitas dan dengan sebaik-baiknya tetapi oleh pasar semua tidak bersedia bayar harga wajar yang berakibat saya nombok biaya produksi terus. Ya boncos.

Makanya untuk kopi, aku bisa menikmati -- dan belajar menikmati -- kopi yang enak (biasanya tidak murah). Tapi untuk menyeimbangkan dan bisa lebih apresiasi kopi enak, ya aku mengkonsumsi juga kopi yang berkualitas biasa-biasa saja. Malah kalau dipikir, lebih rutin menikmati kopi biasa daripada kopi enak. 

Terus, untuk saat ini, lingkunganku sehari-hari ternyata adalah peminum kopi biasa itu. Yang price sensitive terhadap harga makanan dan minuman (tetapi tidak sesensitif itu untuk harga rokok). Jadi untuk bisa tetap bergabung dan bergaul, aku ikut menikmati kopi level yang biasa itu. Berbaur.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bugging Me

Look, I am not a person that you might call "grammar Nazi" but CMIIW, shouldn't this ad be corrected? Is it or is it not the correct word should be " SMOOTHER "?

Pameran 200 Tahun Raden Saleh

Billboard Pameran Raden Saleh di Parkiran Museum Nasional

Parkir "Ngaco" dan Tak Pedulian...(?)

Yeah aku tahu kalau memang parkir mundur itu SULIT apalagi kalau available space for maneuvering  sangat terbatas. Tetapi kenapa -- kalau memang masih ada waktu untuk itu -- tidak melakukan koreksi atas posisi parkir mobil yang kita pergunakan kalau kita sadar itu bisa menyulitkan diri sendiri untuk keluar dari parkiran nantinya (atau orang lain untuk memasuki tempat parkir di sebelah kita)? Misalnya posisi di atas, seberapa sulitnya untuk sadar bahwa posisi parkir kita itu SANGAT MIRING bahkan sampai memakan space parkir sebelah kita? Serendah itukah kemampuan mengemudimu? Yang terpikirkan olehku adalah dia terburu-buru ( positive thinking ) atau tak pedulian ( negative thinking ). Atau: Apakah SIM A yang kau pergunakan itu diperoleh dengan cara-cara tak pantas atau bahkan ilegal? Mengapa oh mengapa dirimu parkir dengan posisi sedemikian rupa?