Dalam dunia profesional, kemampuan untuk mengelola emosi adalah perlu. Dalam bentuk dasar adalah tersenyum dan berkata, "Siap, Pak!" padahal dalam hati tidak menyukai instruksi yang diterima atau dalam kepala memikirkan bahwa tidak mungkin ide atasan tersebut -- yang dianggapnya cemerlang -- dapat diwujudkan seperti yang diinginkan beliau.
Dalam dunia kerja, tantangan seperti mewujudkan permintaan dari atasan adalah cara untuk menaiki jenjang karir yang tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Sesuai pengalaman pribadi, pada akhirnya adalah bukan seberapa banyak hal yang dapat dirimu deliver sesuai dengan schedule yang ada tetapi seberapa dekat dirimu dengan atasanmu. Sungguh ironis karena itu berarti orang-orang yang bekerja keras dan memberikan hasil pada bagian awal, lalu "kehabisan amunisi" di bagian setengah akhir, akan dianggap tidak berhasil demi untuk menyelamatkan orang yang lebih "dekat".
Memang dunia tidak adil tapi seperti itulah evolusi dan semua itu adalah natural. Tak bisa dipungkiri dan dilawan.
Kembali ke pengelolaan emosi, betapa tidak menyenangkannya ketika sudah merasa melakukan banyak hal, lalu dipandang sebagai kurang kooperatif hanya karena ketika menjelang akhir, dirimu terpaksa lebih sering berkata "Tidak bisa, Pak."
Sungguh membuat frustrasi bahwa berkata jujur mengakibatkan dirimu bisa terlibat kesulitan. Hanya berkata manis bisa membuatmu terlihat baik dan mendekatkan diri kepada atasan. Selama beliau berada di tempat itu maka dirimu masih akan "aman". Bila pergantian pemimpin maka kembali harus mengolah politik kantor dengan sebaik-baiknya. Semuanya demi survival.
Aku tak senang berada dalam keadaan seperti itu tetapi tidak bisa ditolak lagi saat ini aku mendapati diri sendiri dalam kondisi yang seperti kusebutkan itu. Semakin tidak menyenangkan lagi adalah bahwa aku tidak mampu mengelola emosi dengan bijak dan berkata manis seperti yang ingin didengar atasan agar merasa senang.
Komentar
Posting Komentar