Langsung ke konten utama

Mengubah Kebiasaan Itu Sulit


Semua orang harus tahu bahwa mengubah kebiasaan itu sangatlah sulit.

Perlu perhatian khusus dan perjuangan.

Misalnya ketika kemarin aku pergi ke sebuah rumah sakit di Bandung untuk pemeriksaan gigi (yang seharusnya) rutin. Ini kunjunganku ke dokter gigi setelah setidaknya enam belas bulan. Jadi dokter memeriksa geligiku dan menyatakan bahwa gigiku cukup baik kondisinya untuk seseorang yang melewatkan dua kali kunjungan rutin.

Hanya saja, secara kosmetik, kebiasaanku minum kopi dan teh membuat geligiku tidak seputih yang sebenarnya bisa saja kumiliki. Nah, ini kebiasaan pertamaku yang sangat sulit diubah. Aku akan uring-uringan bila tak mendapatkan asupan kafein dalam bentuk kopi hitam tanpa gula yang pekat. Lalu tentu saja, setelah minum kopi, aku tak langsung menyikat gigi untuk melepaskan noda hitam yang pastinya akan menempel pada lapisan terluar gigi.



Sebenarnya karena memang kebiasaan burukku yang kedua, yaitu aku tak biasa sikat gigi di siang hari atau setiap kali selesai makan. Aku hanya mengikuti anjuran minimal yaitu sikat gigi dua kali pada pagi dan malam hari saja.

Tentu saja dampaknya geligi yang berwarna tidak putih.

Biarpun hanya sedikit karang gigi yang dengan mudah dibersihkan, tindakan selanjutnya adalah memoles geligiku dengan tujuan mengurangi lapisan noda yang mengeras di permukaan gigi. Pekerjaan ini terlalu halus sehingga tidak terasa perbedaannya. Tidak terlihat pula perbedaannya sehingga seperti seakan tidak ada tindakan sama sekali.

Lalu karena dokter menemukan beberapa lubang kecil dan lubang besar, dokter menyarankan menambal. Tindakan preventif, menghindari kerusakan yang lebih besar. Karena alasan keuangan dan waktu, tentu saja aku hanya menyetujui tindakan menambal lubang-lubang besar. Itu saja sudah kena biaya Rp. 200.000,-/lubang.

Sungguh, perawatan kesehatan geligi tidaklah murah.

Nah setelah itu aku masih dikuliahi soal kebiasaan ketiga, yaitu cara menyikat gigi yang benar.

Dokter gigi ini merasa perlu menjelaskan cara sikat gigi yang benar, yang tidak mengorbankan gusi dengan menggerusnya. Kebiasaan menggosok gigi yang kulakukan selama ini membuat akar gigiku terekspos di dalam mulut. Jadi beliau menunjukkan dengan contoh set rahang palsu dan sebuah sikat gigi, cara dan arah yang benar dalam menyikat gigi agar kerusakan gusi yang kusebabkan bisa dikurangi.

Dokter gigi ini juga menyarankan untuk menggunakan sikat gigi dengan bulu halus atau medium, tidak menggunakan bulu sikat keras, karena makin keras bulu sikat makin "kasihan" pula gusiku tergerus.

Kebiasaan terakhir yang disarankan dokter gigi adalah mengatur penggunaan mouthwash. Pertama, berkumur-kumur bisa langsung atau diencerkan dengan air bila dirasakan bahwa mouthwash itu terlalu pedas. Kedua, setelah berkumur dengan mouthwash, jangan lagi kumur dengan air putih karena akan defeat the purpose. Ketiga, lakukan kegiatan kumur berselang-seling. Misalnya kontinu sebulan penuh lalu berhenti sama sekali pada bulan berikutnya. Hal ini perlu dilakukan karena sebenarnya kita membutuhkan bakteri dalam mulut. Penggunaan mouthwash yang berkelanjutan akan menghabiskan bakteri dalam mulut dan ujung-ujungnya akan merugikan kesehatan mulut kita sendiri.

Wah, kalau dihitung-hitung, banyak juga kebiasaanku yang perlu diubah!

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bugging Me

Look, I am not a person that you might call "grammar Nazi" but CMIIW, shouldn't this ad be corrected? Is it or is it not the correct word should be " SMOOTHER "?

Pameran 200 Tahun Raden Saleh

Billboard Pameran Raden Saleh di Parkiran Museum Nasional

Parkir "Ngaco" dan Tak Pedulian...(?)

Yeah aku tahu kalau memang parkir mundur itu SULIT apalagi kalau available space for maneuvering  sangat terbatas. Tetapi kenapa -- kalau memang masih ada waktu untuk itu -- tidak melakukan koreksi atas posisi parkir mobil yang kita pergunakan kalau kita sadar itu bisa menyulitkan diri sendiri untuk keluar dari parkiran nantinya (atau orang lain untuk memasuki tempat parkir di sebelah kita)? Misalnya posisi di atas, seberapa sulitnya untuk sadar bahwa posisi parkir kita itu SANGAT MIRING bahkan sampai memakan space parkir sebelah kita? Serendah itukah kemampuan mengemudimu? Yang terpikirkan olehku adalah dia terburu-buru ( positive thinking ) atau tak pedulian ( negative thinking ). Atau: Apakah SIM A yang kau pergunakan itu diperoleh dengan cara-cara tak pantas atau bahkan ilegal? Mengapa oh mengapa dirimu parkir dengan posisi sedemikian rupa?