Langsung ke konten utama

Quote From: "Future Babble"

Future Babble by Dan Gardner
We really like babies. ... In evolutionary terms, nothing is more important than reproducing. Among our ancestors, parents who didn't particularly care if their babies were well-fed, healthy, happy, and safe were much less likely to see those babies become adults with children of their own. So that attitude was going nowhere. But those who felt a surge of pleasure, compassion, and concern at the very sight of their darling little ones would take better care of them and be more likely to bounce grandchildren on their knees. Thus the automatic emotional response every normal person feels at the sight of a baby became hardwired, not only among humans but in every species that raises its young to maturity.
Maka yang aku pikirkan adalah wajar aku suka tersenyum melihat bayi orang lain yang terlihat lucu, kenyang, tidur dengan nyaman, tersenyum atau tertawa, apalagi yang sedang bermain dengan bahagia.
Dorongan alami yang sangat sulit diabaikan untuk punya anak sendiri.
Dorongan ini sudah ada sejak sepuluh tahun yang lalu. Sekitar enam tahun yang lalu aku pernah bicara dengan seorang teman bahwa yang kubutuhkan adalah memiliki anak. Perkawinan itu tidaklah penting dibandingkan anak yang akan didapat. Persoalannya dalam kehidupan bernegara adalah perkawinan itu penting untuk status anak. Seakan-akan dengan institusi perkawinan antara seorang laki-laki dan seorang perempuan maka hak dan kesejahteraan anak yang dihasilkan PASTI terjamin.
Well, I seriously doubt that.
Semuanya kan tergantung dari kasih sayang, perhatian, tanggung jawab dan komitmen orang dewasa yang berkolaborasi melahirkan si anak. Kita punya anggapan umum bahwa dengan ikatan pernikahan maka semuanya pasti lebih baik dibandingkan anak yang lahir di luar nikah.
Sayangnya pasanganku sekarang tidak sudi untuk membahas ini apalagi berkolaborasi untuk mereproduksi dan membesarkan seorang anak -- tanpa keharusan sebuah ikatan pernikahan.
Baiklah, ini hanyalah sebuah ide. Mungkin tidak bisa kulaksanakan. Aku pikir Indonesia belum siap dan tak akan pernah siap.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bugging Me

Look, I am not a person that you might call "grammar Nazi" but CMIIW, shouldn't this ad be corrected? Is it or is it not the correct word should be " SMOOTHER "?

Pameran 200 Tahun Raden Saleh

Billboard Pameran Raden Saleh di Parkiran Museum Nasional

Parkir "Ngaco" dan Tak Pedulian...(?)

Yeah aku tahu kalau memang parkir mundur itu SULIT apalagi kalau available space for maneuvering  sangat terbatas. Tetapi kenapa -- kalau memang masih ada waktu untuk itu -- tidak melakukan koreksi atas posisi parkir mobil yang kita pergunakan kalau kita sadar itu bisa menyulitkan diri sendiri untuk keluar dari parkiran nantinya (atau orang lain untuk memasuki tempat parkir di sebelah kita)? Misalnya posisi di atas, seberapa sulitnya untuk sadar bahwa posisi parkir kita itu SANGAT MIRING bahkan sampai memakan space parkir sebelah kita? Serendah itukah kemampuan mengemudimu? Yang terpikirkan olehku adalah dia terburu-buru ( positive thinking ) atau tak pedulian ( negative thinking ). Atau: Apakah SIM A yang kau pergunakan itu diperoleh dengan cara-cara tak pantas atau bahkan ilegal? Mengapa oh mengapa dirimu parkir dengan posisi sedemikian rupa?