Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Januari, 2013

Nyasar Sampai ke Bandung Indah Plaza

Namanya juga hari Minggu, dimana seharusnya kita memanfaatkan waktu untuk beristirahat, tetapi niat (mulia) awalku adalah memperbaiki database pekerjaan yang seharusnya sudah selesai kulakukan sejak dua minggu yang lalu. Kalau kalian tahu seperti apa database-nya, mungkin kalian pun akan menunda pekerjaan itu seperti aku. Malah aku habiskan hari Minggu ini dengan tadi pagi membaca buku, lanjutkan makan siang selama dua jam lebih, dan kemudian sekarang malah jalan kaki sampai akhirnya mampir ke Bandung Indah Plaza dan minum kopi. Lalu iseng memfoto dan kemudian menulis blog (tentu saja update yang ini). Lalu ada sesi browsing- browsing yang tidak terlalu penting. Thinkpad X220, A Cup Of Americano, Shades. Seharusnya semuanya kalah penting dibandingkan dengan perbaikan database ini! Aku butuh database yang benar dan tepat, akurat dan update, karena dari situlah aku mendapatkan penghasilanku sebagai seorang kuli korporasi besar. Kadang aku suka mengacaukan prioritas. Bagaimana

You Don't Have To

Did you know that you don't have to do somethings that you think you must? Like became somebody else because that'd be easier to fit in the crowd and not be alienated? Even when by became someone else not you, you just have this constant mild uneasiness nagging inside, not that kind of hard feelings that make you suicidal, it's just there and irritate you. Yes of course if it's positive change (depend on who's version of "normal" and "positive") then by all means, go change yourself! Don't hesistate! But wouldn't it better if you go out of the current environtment, travel anywhere to find some place where you fit and feel belong? It's harder but it might -- just might, not always certain -- worth the journey.

Challenge From Team Members

As someone who has the job to manage the company's daily operation, organizing and managing team members is a challenge that I have to deal with on a daily basis. Each team member have different habit and personality -- whom I have to adapt and mix and coodinate with. Every project has its own special needs yet share a lot of similiarities. Interesting, challenging, yet somehow I found myself unsatisfied with how my team works. I want to make challenges to each of them so they can accelerate growth: personal and professional, with the goal of benefitting the company and each person involved, financially. Such a complicated thing to do with my limited experiences. That means, as I am also a team member, it's a challenge for me too! ===== Note: This piece is actually from a draft I made about two years ago when I was still in the construction company in Serpong.

Hidup Yang Seharusnya

Seperti semua orang lainnya di muka bumi ini, orang yang normal,  sehat jasmani dan rohani, tentu ingin hidup seperti yang seharusnya mereka jalani. Hidup yang seperti idealnya mereka. Cukup atau berlebih, sejahtera atau kaya raya, banyak teman atau dibiarkan sendirian, entah apapun itu, pastilah keinginan itu ada. Tentu tak ada yang salah dengan keinginan itu karena seharusnya hidup itu ada "alur"-nya, ada "pakem"-nya, ada "aturan"-nya. Seharusnya hidup itu ya seperti itu. Maksudku, kalau tidak diatur orang lain, ya hidupmu itu mestinya diatur oleh dirimu sendiri, agar hidup itu punya arti, makna, manfaat, dan tidak menghabiskan sumber daya di bumi ini sia-sia. Bayangkan saja kalau ada satu milyar manusia yang menjalani hidup dengan prinsip mengalir begitu saja -- yang ternyata, sialnya -- dan ketika tiba di muara (ini kan perumpaan yang menyamakan dengan air sungai bermuara ke laut, bedanya muara kehidupan ini sepertinya lebih pas diartikan se

Coba dan Coba Lagi!

Dalam hidup, melakukan sesuatu dan gagal itu hal yang biasa. Kata orang, sudah jatuh tertimpa tangga, yang artinya dapat sial tak hanya sekali saja tapi bisa berentet, itu juga mungkin terjadi dalam kehidupan seseorang. Yang perlu dilakukan adalah setelah mendapatkan rintangan, mengalami gangguan, bahkan sampai gagal, tetap saja bangkit berdiri, mempelajari apa yang salah dari kejadian sebelumnya, dan kemudian mencoba lagi dengan bekal pengalaman sebelumnya. Coba dan Coba Lagi!

Menjadi Pemimpin di Sini

Kadang aku berinteraksi dengan pemimpin yang seperti lupa bahwa tanpa pengikut, dirinya tak akan bisa memimpin. Mana ada pemimpin tanpa pengikut. Tanpa anak buah yang bersedia beraktivitas sesuai perintah pemimpin demi kepentingan kelompok atau mungkin sekedar kepentingan pribadi si pemimpin tersebut. Ada pemimpin yang dengan penuh percaya diri bahkan kadang terkesan angkuh, yang menepuk dada dan menyatakan bahwa dirinya memang ahli dan bisa. Tidak segan mendesak dan membuat anak buahnya bekerja dengan keras dan lebih keras lagi lalu hasilnya akan diklaim sebagai kemampuannya pribadi. Ada pemimpin yang seakan-akan merangkul anak buahnya tetapi kalau ditelaah lagi, sebenarnya caranya memanipulasi orang lain untuk tujuan yang sudah dia tetapkan. Aku pernah dengar pemimpin yang berhasil adalah pribadi yang agresif dan tukang bully . Aku rasa aku harus lebih agresif dan lebih mem- bully , karena tak mungkin selamanya aku bersedia tidak merubah posisi dalam pekerjaan, bukan? Itu a

Keep In Touch

Thanks to social medias that I use, updating information from my friends are a lot easier. Just now I'm surprised to find that a friend is in her third month living in Dusseldorf when all this time I thought she was in Jakarta. And I know that two friends, after their marriage in Jakarta last year, went back to Melbourne to continue with their personal lives. Then another friend brought his family to accompany him to Dubai because he have work there. Imagine that fifteen years ago, I would have to spend a lot of effort (time, energy, money) just to know where and what are my friends doing. Keeping in touch now is very easy, you have to find a very logical reason not to. And even then people would still think you not normal if you intentionally not keep in touch with friends and relatives.

Reflection on Legacy

Kenapa harus bingung? Aku memang harus berhenti sejenak dari kesibukan sehari-hari dan kemudian merefleksikan seluruh hidupku yang telah kulewati: selama sembilan belas tahun ini. Sebentar lagi aku akan berkurang usia hidup. Mencapai milestone  yang disebut orang awam sebagai ulang tahun yang sebenarnya adalah pengingat bahwa "jatah hidup" di muka bumi makin berkurang. Sungguh tidak menyenangkan bila ada yang mengingatkan bahwa aku tak akan hidup selamanya dan bahwa utangku masih terlalu besar: Aku belum berkontribusi apapun bagi orang-orang di sekitarku. Rasanya aneh dan cenderung menyedihkan, bahwa sekian lama ini aku pada intinya hanya hidup untuk diri sendiri. Belum ada andil sedikitpun, apalagi yang signifikan, pada hidup orang-orang yang kukenal, yang sekedar tahu, atau orang yang bahkan dalam mimpipun aku belum pernah bertemu. What is your legacy? Aku tak tahu. Aku rasa aku tak punya apa-apa untuk diwariskan. Sedih ya?

Televisi? Mengapa?

Sudah masuk bulan ketiga aku ditugaskan di kota ini dan sampai sekarang masih saja televisi itu belum kubongkar dari dalam kotak kardusnya. Masih teronggok di sudut kamar, di balik pintu, di bawah tumpukan plastik dan tali rafia serta payung. Sepertinya mengumpulkan debu. Aku memang sengaja tidak membongkarnya karena tak merasa butuh menonton televisi. Coba saja jelaskan padaku, dengan alasan yang bagus, kenapa aku harus memasang televisi di kamar? Berita bisa kudapatkan dari browsing. Hiburan bisa kudapatkan dari internet atau radio. Film yang kutonton biasanya bisa dimainkan via laptop. Aku tak punya konsol game yang harus disambungkan ke televisi. Terima kasih, Tuhan, untuk satu itu. Tak bisa kubayangkan betapa antisosialnya aku bila berkutat hanya di dalam kamar untuk bermain game. Jadi sampai sekarang aku belum punya alasan kuat untuk memasang televisi itu. Lebih baik membaca buku atau tidur, bila ada waktu luang. Atau mengasah kemampuanku berkreasi dengan apa yang ada di

Cermin

So I guess there's always something wrong that I do no matter what I did. Atau sesuatu dengan efek yang kurang lebih sama seperti kalimat di atas. Betapa mudahnya aku men- judge  orang yang kutemui sehari-hari sampai aku melupakan bahwa ada saja orang yang melakukan hal mirip kepadaku tanpa berusaha mengenalku sama sekali. Tidak menyenangkan bahwa tindakan seperti itu, being judgemental , ternyata resiprokal. Apalagi ketika menyadari perlakuan seperti itu ditetapkan kepadaku oleh orang-orang di sekitarku. Tetapi kalau dipikir lagi, kenapa harus peduli? Aku adalah aku. Kalau tak suka dengan aku, kenapa aku harus pedulikan penilaian itu?