Langsung ke konten utama

Bantuan Untuk Menjadi Dewasa?

Ada yang pernah bilang kepadaku bahwa bila tak bisa mengontrol emosi, misalnya saat menghadapi orang yang menyinggung perasaan kita, tanda bahwa aku belum dewasa.

Seorang yang telah dewasa, sewajarnya bisa bertindak tepat sesuai situasi, dapat mengontrol emosi, terlebih lagi bila ekspresi yang akan dikeluarkan ke orang yang dihadapi, berpotensi merugikan diri sendiri.

Sulit, memang, jadi dewasa.

Sampai sekarangpun aku masih banyak belajar mengelola emosi dan seringnya, amarah. Apakah ada tempat berlatih yang sesuai untuk kebutuhan ini? Soalnya aku sadar bahwa seringkali ungkapan perasaan yang spontan kukeluarkan, berujung pada penyesalan diri sendiri.

I shouldn't do that.

Seperti itulah yang kupikirkan setelah ditinggal sendiri dengan pikiranku. Biasanya aku analisis peristiwa yang terjadi, apa reaksi lawan bicaraku, apa reaksiku, dan apa yang sebenarnya bisa kulakukan agar hasil akhirnya menguntungkan diriku dan syukur-syukur, juga menguntungkan lawan bicara itu. Memang terdengar oportunis tapi hey! Siapa manusia sekarang yang tidak sekalipun mempertimbangkan untung-rugi bagi diri sendiri sebelum mengambil keputusan? Wajar, kan?

Bila menjadi dewasa adalah kemampuan mengontrol emosi, maka aku masih anak-anak.

Aku rasa aku butuh bantuan.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Make Some Free Time For Yourself

Here I am, wondering how can I make some free time for myself so I can start doing some coding on the side. Yes, I decided that I might  need new ability, that is to code something. A computer program, if I may. Why? Because this is a new era where data matters. I have to be able to at least know some programming stuff, expanding (or taking up) from where I left a few years ago. Like when I started with Pascal. Then some Basic. Then move to Fortran. Never get my hands on C. What language now I will study? Either Phyton, or R. Whichever have the most free accessible library for me to study. Back to the title: how do I make some free time? I know I can, just have to find which part of my habit to kick out. Let's do this!

"Persistent, With Smile"

Itulah motto yang harus kupegang dalam menjalankan tugas sekarang ini. Maksud dari "Persistent, With Smile" adalah bahwa aku tetap ngotot mencapai tujuan tugas/ kerja tanpa melupakan untuk terus tersenyum. Terdengar lebih mudah daripada kenyataannya karena saat mendapati hasilnya tak sebanding dengan upaya yang dikeluarkan, bisa jadi terasa pesimis, frustrasi, atau bahkan putus asa dan menjadi apatis! Ini tentu tidak baik dan tidak sehat. Untuk tetap bisa tersenyum dalam arti senyum yang sebenarnya, bukan senyum palsu yang dipaksakan, aku tentu akan mencoba mencari alasan yang pas. Tentu untuk bisa tersenyum dengan tulus dan punya makna, aku sedang ingin tersenyum. Yang kulakukan kemudian adalah menemukan hal-hal yang membuatku bisa tersenyum! Pencapaian kecil, lelucon pribadi, hal menyenangkan yang bisa kunikmati sendiri atau dibagi dengan orang lain. Tetap berusaha keras dengan memikirkan cara dan solusi terbaik, alternatif yang wajar, jalan keluar dari masalah,...

Sepeda Motor Di Jalur Cepat

Bisa dibilang, pepatah "Hukum Tidak Berlaku Bagi Yang Membuatnya" bisa diterapkan di Indonesia. Memang, dengan tidak seratus persen benar karena polisi tidak membuat sendiri begitu saja hukum berlalu-lintas di jalan raya. Tetapi sebagai otoritas yang berwenang menegakkan peraturan lalu-lintas, pelanggaran yang mereka sendiri lakukan terasa menjengkelkan dan menunjukkan seberapa baik kualitas sumber daya manusia yang menjadi petugas polisi. Mau Nyelip Tapi Gak Muat. Misalnya pada suatu hari sebelum mulai cuti bersama Idul Fitri tahun 2011 ini. Macetnya jalanan di Jakarta (sepertinya) makin meningkat! Mantapnya menyengsarakan! Aku tak habis pikir bagaimana bisa pemerintah kita ini seperti tak melakukan apa-apa dan tak bisa proyeksi pertumbuhan kendaraan pribadi di jalanan! Atau barangkali ada motif tertentu? Entahlah. Tapi, kembali ke topik: