Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari Desember, 2018

berbuat dan berbuah - bagian 2 : pendalaman

Sekitar dua minggu yang lalu, sudah kujelaskan konsep awal berbuat dan berbuah  yang kupahami dan kucoba praktekkan. Jadi sebagai kelanjutannya aku bahas singkat di sini. Berbuat adalah melakukan tindakan yang tepat dan terbaik berdasarkan informasi yang tersedia saat itu. Pertimbangan yang dilakukan adalah semacam WWJD -- What Would Jesus Do? -- atau patokan ke figur baik sesuai kepercayaan dan pemahaman saat itu. Paling baik dan paling benar yang bisa dilakukan saat itu perlu penekanan karena evaluasi  much later down the road  tidaklah tepat bila ada tuding-menuding kesalahan. Ingat, hindsight bias  itu nyata adanya dan tidaklah benar jadi patokan menghukum. Misalnya saya membeli barang pada harga X dan sebulan kemudian harganya menjadi X minus 10 poin, apakah saya salah? Bisa iya, bila pada saat mengambil keputusan membeli tidak didasari analisis memadai. Bisa tidak, bila dasar pengambilan keputusan sudah memadai dan perlu diingat, tak seorangpun yang benar-benar bisa memp

berbuat dan berbuah - bagian 1: pada awalnya...

tidak mudah untuk melakukan kebaikan secara konsisten dan berkelanjutan, tetapi seperti itulah yang diminta oleh tokoh yang pernah berjalan di muka bumi ini sekitar dua milenia yang lalu. awalnya aku berpikir untuk menjadikan update blog ini sebuah renungan rohani tetapi untuk kebaikan diriku sendiri sebaiknya tidak usah berbicara soal religiusitas diriku sendiri. aku tidak merasa sebagai orang beriman yang baik dan taat pada aturan dalam agama jadi berbicara tentang ini terasa tidak tepat. jadi aku ubah konteks "berbuat dan berbuah" menjadi sebuah refleksi diri untuk perbaikan yang tidak terkait dengan religiusitas manusia atau hubungan dengan suatu higher being  sama sekali.  berbuat semasa hidup tak mungkin tidak berbuat apapun. melakukan tindakan yang ada konsekuensinya. memilih yang ada. kalkulasi lalu mengambil keputusan yang berimplikasi pada masa depan. semuanya bisa terasa acak namun ketika melihat ke belakang beberapa waktu kemudian mungkin terpikirkan, &qu

Melibatkan Diri Dalam Permasalahan Yang Ada - (Bag. 4 - Evaluasi)

Dalam tulisan sebelumnya di sini tentang pemaksaan kondisi dan posisi, dengan mempertimbangkan pula tentang keterpaksaan untuk melibatkan diri secara terbatas dan terukur di sini , tidak bisa tidak memang harus rutin melakukan evaluasi atas reaksi yang muncul dan benefit  atau loss  yang muncul. Justru bila tak melakukan evaluasi, bagaimana kita bisa mengkonfirmasi bahwa tindakan melibatkan diri sendiri itu baik dan bermanfaat serta perlu dilanjutkan, atau sebaiknya dihentikan saja dan dilupakan. Dikuburkan? Iya, terdengar aneh memang, ketika sebelumnya aku menyarankan untuk melibatkan diri dalam permasalahan yang ada tetapi pada tulisan ini aku meminta untuk ingat dan menahan diri. Tidak konsisten kalau kata orang, seperti yang pernah kubahas di sini . Perlu perbaikan diri dan kontrol emosi kalau mau tetap menjaga faktor keberuntungan dari interaksi dengan orang lain. Aku memang belum bisa menjabarkan dengan sederhana tapi akurat karena kemampuan membahasakan sesuatu hal masih san

Kemajuan Yang Dipaksakan

Paling utama dalam pekerjaan sekarang adalah mengejar kemajuan yang terukur. Pemisahan tanggung jawab yang jelas tapi fleksibel bila dibutuhkan juga perlu. Tidak bisa menjadikan kemajuan dengan tingkat tertentu sebagai acuan / target tetapi pemisahan peran dan tanggung jawab dicampuradukkan. Tidak sehat buat organisasi bila melakukan pengistimewaan untuk orang-orang tertentu yang sudah jelas tindakannya merugikan perusahaan atau bertentangan dengan nilai-nilai yang diusung. Semua orang belajar, termasuk karyawan dalam perusahaan. Melihat kesalahan tidak dihukum, keputusan yang merugikan keuangan perusahaan tetapi orangnya tetap diberikan jabatan dan otoritas, pesan seperti apa yang mau disampaikan ke para karyawan lainnya? Semua orang bisa belajar misalnya dengan observasi. Itu sudah paling mudah. Bila ada pelanggaran yang tak dikenai sanksi apapun, bila kecurangan hendak dikuburkan, saat muncul kesempatan berikutnya di orang yang berbeda, kita bisa tebak apa yang akan terjadi. Meng

Senin Malam, Banyak Kesibukan, Banyak Pengalih Perhatian

Sekarang Senin malam tanggal 3 Desember 2018. Ada banyak pekerjaan yang menunggu untuk kuselesaikan. Aku perlu belajar delegasi agar hidupku lebih ringan dan terkendali. Tetapi untuk mempercayakan begitu saja pekerjaan dan tugas yang dulu biasa kukerjakan itu tidaklah mudah. Sebenarnya aku sadar tanpa mendelegasikan tugas-tugas yang ada, termasuk melatih lebih dulu agar pelaksana paham dan bisa bekerja dengan baik, aku bisa tidak ke mana-mana, stuck  saja di tempat yang sama. Itu tidak baik karena akan memicu rasa tidak puas diri yang akut, komplikasi dengan rasa tidak percaya diri, dan mungkin sedikit dengki pada orang-orang yang justru karirnya bertambah baik. Aku perlu cara berbicara yang baik secara emosional agar aku bisa paham apa yang orang lain mau dan mereka bersedia menerima pendelegasian tugas dariku tanpa banyak protes lagi. Tidak mudah tapi harus dipelajari. Siapa bilang makin bertambah usia makin banyak yang diketahui? Aku justru merasa dengan banyak kesibukan makin b

Kembali Ke "Habit" Lama : Inkonsisten

Apakah memang wajar kita berbicara apa adanya? Tidak? Kenapa? Sepertinya aku harus lebih menjaga lisan -- dan tulisan dalam grup pesan singkat di ponsel pintar. Singkatnya, aku tak punya emotional intelligence  dan social skill  yang cukup sehingga awareness dan latihan personal perlu ditingkatkan lagi. Selain itu, disiplin untuk bisa konsisten dalam bersikap dan berperilaku. Kebiasaanku yang bertingkah tak konsisten memang akan membuat bawahan bingung atau salah melakukan sesuatu. Jangan pula sampai aku menyalahkan orang lain yang menebak-nebak apa yang aku mau lalu melakukan suatu tindakan yang berujung pada ketidakoptimalan pekerjaan atau business flow  yang ada. Tanpa memberikan direction  dan instruction  yang jelas, plin-plan, membiarkan orang lain bekerja? Bila hasilnya baik, mengambil semua pujian yang datang, bila hasilnya buruk, menyalahkan tindakan bawahan dan mengelak tanggung jawab? Well, at least being consistent in that opportunistic boss is predictable inste