Langsung ke konten utama

Menyadari Posisi Sebagai Minoritas

Di dalam hidup yang sangat singkat ini dengan impact ke dunia yang bisa jadi negligible, tentu harus sadar posisi dalam masyarakat. Apalagi sebagai anggota kelompok minoritas masyarakat yang tidak bisa berharap melihat kondisi aktual masa kini yang kian membuat kuatir.



Dunia semakin maju dan segala hal yang superficial berubah dengan cepat. Tidak menyangka apa yang dulu terlihat biasa-biasa saja sekarang terbuka sebagai aktivitas yang bermasalah. Diskriminasi yang terselubung makin terkuak sebagai praktik yang dibiasakan oleh kelompok mayoritas. Di saat minoritas hendak bersuara karena hak dasarnya diabaikan atau malah dengan sengaja dihilangkan/dikurangi/dihapus, selalu saja ada kelompok masyarakat yang vokal merasa terancam privilege-nya sebagai anggota mayoritas.

Hal-hal seperti ini jelas akan menimbulkan friksi di dalam kelompok masyarakat, artinya perlu membuka komunikasi dan diskusi. Upaya ekstra untuk menyatakan diri, aktualisasi kehendak bebas yang ingin disamakan. Mengaktualisasikan diri secara kontinu tanpa kuatir direpresi.

Kemunculan kelompok-kelompok yang vokal hendak mempertahankan hegemoni keistimewaan masyarakat mayoritas dengan menambahkan hak ekslusif atas klaim kebenaran mewakili Tuhan di muka bumi jelas tidak dapat diterima. Kemunculan gerakan kesadaran kelompok minoritas dalam penguasaan beberapa aspek kehidupan dan penguasaan kemampuan menentukan hidup sendiri tidak mudah diterima kelompok mayoritas pencinta hak eksklusif tersebut.

Belum ketemu solusi bila segala hal diberi label harga mati, mutlak, dan label-label lainnya. Pada prinsipnya, klaim dan label itu berarti secara sadar dan sengaja melakukan pengabaian terhadap hak dasar sesama manusia, apakah dia itu masuk kelompok mayoritas atau minoritas.

Komentar

Postingan populer dari blog ini

Bugging Me

Look, I am not a person that you might call "grammar Nazi" but CMIIW, shouldn't this ad be corrected? Is it or is it not the correct word should be " SMOOTHER "?

Pameran 200 Tahun Raden Saleh

Billboard Pameran Raden Saleh di Parkiran Museum Nasional

Perbandingan Gado-Gado

Sebelumnya minta maaf tak ada foto karena beberapa alasan. Baiklah, begini ceritanya: Tadi siang akhirnya aku membeli lagi gado-gado dari langgananku yang biasa mangkal di dekat sebuah rumah sakit. Sudah lama sekali tak makan di sini karena beberapa kali aku datang selalu saja sudah habis. Cukup laris memang, apalagi mengingat biasanya dia mulai berjualan pukul 10:00 pagi dan pada 12:30 biasanya dagangannya sudah habis. Seporsi gado-gado buatannya bisa didapat seharga 5.500 rupiah. Sebenarnya di dekat kantor ada cabang restoran gado-gado terkemuka di Jakarta. Saking dekatnya, tak sampai lima menit jalan kaki sudah sampai di restoran ini. Setahuku banyak juga orang yang datang ke sini untuk makan gado-gadonya. Lebih dekat ke restoran ini daripada ke penjual gado-gado langgananku itu. Tapi sampai sekarang aku belum pernah makan gado-gado restoran ini. Alasannya sederhana. Seporsi gado-gado restoran dihargai tak kurang dari 15 ribu rupiah. Ukuran porsi aku tak tahu tetapi bi...