Langsung ke konten utama

Pengakuan dan "Impostor Syndrome"

Seperti bersaing dengan mahluk gaib tak terlihat.

Itulah yang kurasakan sebagai investor ritel kecil-kecilan dalam pasar saham Indonesia. Jadi memang tidak mudah untuk sambil belajar sambil praktek dalam skala kecil, namun dalam saat yang sama tetap harus melakukan pekerjaan biasa 9-to-5 (yang dalam hal di Indonesia menjadi 08:30-17:30 WIB). Jadi kalau ditanyakan soal analisis fundamental dan analisis teknikal, aku yakin kalau aku hanya bisa tersenyum dan tidak menjawab apa-apa karena memang seringnya justru otakku sudah terlalu lelah untuk berpikir dan mengingat teori apapun.

Tentu saja ini berbahaya karena bila aku melakukan aksi pembelian atau penjualan saham padahal tidak melakukan analisis sebelumnya, hampir pasti aku hanya akan mendapatkan kerugian belaka. Sejujurnya, sudah pernah terjadi dan sepertinya akan terjadi lagi di masa yang akan datang. Padahal orang-orang yang tidak tahu apa itu pasar saham Indonesia tetapi tahu aku melakukan aksi jual beli saham akan menganggap aku sudah banyak tahu.

Namun, aku sadar kalau aku sebenarnya tidak tahu apa-apa. Aku tidak tahu cara melakukan analisis fundamental dan teknikal. Aku bahkan tak ingat istilah dan akronim yang umumnya dipakai dalam aktivitas ini. Sampai saat ini, sudah lebih setengah tahun sejak pertama kali melakukan pembelian saham, aku bisa dibilang mengandalkan intuisi saja untuk jual beli. Artinya, aku melakukan kesalahan dan kebodohan. Apakagi intuisi tidak bisa diprediksi tingkat akurasinya.

Akibat dari semua itu, aku merasakan tekanan karena aku berperilaku seperti orang yang tahu, padahal tidak tahu sama sekali. Rasa tidak percaya diri yang berusaha keras untuk ditutupi. Ya, aku meragukan kemampuanku untuk dapat secara konsisten mendapatkan hasil dalam rentang tertentu.

Sudah malam, disambung lain kali saja.


Komentar

Postingan populer dari blog ini

basically, what i do is...

losing money. i tend to think that i am smart than most people surrounding me in a daily basis but when i get to expand the circle just a little bit then wham! i am reminded how little i know about the real world and how people will not even acknowledge my level of knowledge. that i am just a nobody. that hurts. i told myself that i know a lot then act upon that information that i thought would be enough. many times, i get told that i know nothing. that my decision making is flawed. that i am not getting better, not learning from past mistakes. you know what? at least i know that i do not know. then i will try to learn more just to get that fraction of information / knowledge to add to my brain. i will prevail. i should.

Melakukan Perawatan Kendaraan Secara Berkala

Aku punya beberapa jenis kendaraan sebagai hak milik. Beberapa jenis punya lebih dari satu unit. Skuter dan sepeda, misalnya. Ada skuter keluaran Piaggio tahun 1980 dan 1994. Sepeda gunung dan sepeda balap. Sebuah motor trail keluaran Yamaha tahun 1976. Sebuah mobil tahun 2013. Yang tak kuperhitungkan dengan cermat sebelumnya adalah bahwa ada yang disebut dengan upkeep  alias biaya untuk tetap menjaga semuanya tetap bisa dipakai dan berfungsi dengan baik. Ongkos perawatan dan pemeliharaan, kalau mau sederhananya. Tidak kubayangkan bahwa tiap kendaraan untuk tetap legal, aku harus setia membayar pajak kendaraan tiap tahun. Untuk itu saja sudah habis sekian juta rupiah. Setiap tahunnya.

Build From Scratch, Again?

The transplants that had to build work, friendship and love from scratch all went a bit nuts and cannibalized themselves and others. Membaca dapat menjadi kegiatan yang membuka mata atau menohok perasaan, seperti kutipan artikel di atas (versi utuh dapat ditemukan di sini ). Aslinya tulisan opini tentang pengalaman sebagai perempuan di New York City tetapi kutipan kalimat di atas dapat digunakan untuk menjelaskan keadaan siapa saja yang datang ke kota besar yang baru. Seperti yang aku alami sekian tahun yang lalu saat pertama kali datang ke sebuah kota besar di pulau Jawa. Aku harus memulai segalanya dari awal, masuk lingkungan baru yang menganggap logat bicara dan cara berpakaianku waktu itu adalah udik. Aku tak keberatan karena memang aku berasal dari tengah hutan. Betapa berat penyesuaian yang harus kulakukan di lingkungan baru, membangun segalanya dari awal lagi. Kemudian beberapa tahun kemudian saat aku menerima tawaran untuk bekerja di pulau yang berbeda di propinsi yang ja...