Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2020

Memilih Reksadana Pasar Uang

  Jadi, aku pikir sudah saatnya aku mencoba Reksadana Pasar Uang yang kuharap dapat memberikan keuntungan lebih baik dibandingkan mencoba-coba trading  saham yang sudah rutin lebih sering boncos  daripada menambah pundi-pundi. Tidak menyenangkan dan tidak menarik sama sekali bila rutin kehilangan uang karena salah pilih. Kesulitannya adalah aku tidak tahu mana yang paling baik imbal hasilnya dari sebegitu banyak pilihan yang tersedia untuk diinvestasikan. Kata orang, menabung dulu saja sambil belajar. Kataku, aku tak mau buang-buang waktu hanya belajar teori saja. Akibatnya jelas, aku kehilangan dan kehilangan uang lagi kalau salah penempatan dan salah mengambil posisi. Ini seperti percobaan personal finance  yang absurd dan gegabah dan bodoh. But that's me.

Menjadwalkan Ulang Batas Akhir Sebuah Pekerjaan Rutin

Kayanya tidak ada orang yang bekerja tapi tidak paham apa itu deadline . Konsep batas akhir itu seperti sesuatu yang sangat abstrak dan bila tak diikuti juga tak apa karena tidak ada konsekuensi langsung ke pribadi. Mengesalkan, bukan? Bisa-bisanya bekerja konstan dan tetap dipertahankan di dalam departemen karena biarpun hasil kerja jelek tapi tidak apa-apa karena teman bercanda yang asyik.

Memahami Kebutuhan Aktualisasi Diri

 Tidak Pernah Padam Malam ini aku teringat pada peristiwa beberapa tahun yang lalu saat aku berjanji akan tetap memprioritaskan diri sendiri (kesehatan fisik, mental, dan finansial) dalam segala hal. Keputusan yang diambil, arah yang dilalui, apa yang dilakukan -- dan yang tidak dilakukan -- untuk sebaik-baiknya diri sendiri dalam jangka pendek, menengah, maupun panjang. Yang luput dari pengamatanku saat itu adalah tidak selalu kebutuhan jangka pendek dan jangka panjang itu selaras. Misalnya aku sangat lapar, tetapi saat itu sedang dalam perjalanan di wilayah pelosok Indonesia. Kebutuhan jangka pendek adalah makan untuk mengatasi rasa lapar. Lalu setelah beberapa kilometer, kutemukan warung yang hanya menyediakan pilihan terbatas. Makan mie instan padahal baru sehari sebelumnya makan menu yang sama, jelas tidak sehat bagi tubuh. Tetapi aku harus makan sesuatu agar tidak sampai jatuh sakit! Kontradiktif, dilematis, pusing. Kembali ke pembicaraan awal, setelah teringat hal itu tentu aku

Melakukan Hal Yang Benar

 Semuanya tergantung pada definisi kebenaran yang dipahami dan/atau dianut. Menurutmu itu benar, lalu kamu melakukan tindakan sesuai kebenaran versimu itu. Tapi tentu bisa banget salah di hadapan kelompok lain. Kebenaran manusia itu jamak. Menyatakan diri melakukan hal yang benar dan paling benar sehingga tak ada lagi yang lebih benar, justru bisa menjerumuskan dalam kesalahan.

Mencadangkan Kenangan Masa Lalu

  Kenapa tidak melakukan sesuatu yang penting untuk orang-orang dengan usia tertentu, yaitu prosedur / alat untuk mencadangkan kenangan dengan segala nuansanya? Sekarang ini kita punya smartphone  yang selagi masih memiliki ruang untuk menyimpan data, bisa merekam dan mencadangkan kenangan pada suatu waktu. Tetapi yang disimpan itu ya imaji gambar diam atau bergerak saja. Nuansa dan konteks mungkin sekali hilang dari rekaman tersebut. Antara yang mengalami langsung bila memutar ulang rekaman, akan mendapatkan pengalaman yang berbeda dengan yang menonton saja sebagai pihak ketiga di luar pelaku. Aku tahu ini ide yang sudah pernah dan sering diupayakan orang untuk dapat terwujud. Sebuah ide yang akan membuat kaya siapapun yang berhasil mewujudkannya. Bayangkan saja, mencadangkan kenangan masa lalu dan kemudian bisa dipakai dan diulangi, kapanpun dimaui. Bayangkan implikasinya, menarik bukan?

Melanjutkan Upaya Mengurangi Distraksi : Mencoba Mencari Celah

Jadi aku sudah menghapus beberapa program dan aplikasi dari peranti pintar yang kupakai sehari-hari. Sekarang terlihat ada lebih banyak ruang kosong dalam media penyimpanan, bisa kuisi dengan rekaman foto dan video yang terjadi di sekitarku. Hanya saja, aku menyadari ada kebiasaan baru  yang muncul, aku seperti mencari celah untuk dapat melakukan hal yang dulu bersifat distraktif dalam aktivitas. Tidak ada game? Coba browsing  tak jelas tujuannya! Atau nonton layanan sreaming  video lebih lama dari biasanya! Binge-watching, woohoo! Lalu aku seperti menangkap diri sendiri melakukan hal yang merugikan: membuang waktu. Padahal kalau diterawang, waktuku tidak banyak lagi untuk melakukan upgrade  diri agar bisa mencari kesempatan kerja baru. Masa aku rela melakukan hal yang sama lima tahun ke depan dan tak ada harapan untuk mendapatkan promosi atau kenaikan apresiasi (baca: gaji) kecuali pemilik perusahaan bermurah hati untuk "membuang" uang dalam kondisi sosial ekonomi politik ma

Mengurangi Distraksi

 Mengalami Perubahan Yang Merugikan Tidak disangka kalau aku sampai harus melakukan tindakan cukup ekstrim dengan mengurangi berbagai macam aplikasi terpasang pada smartphone -ku dan laptop kerjaku. Semuanya karena aku merasa terjadi perubahan yang merugikan dalam jangka menengah dan jangka panjang. Ada beberapa program dan aplikasi yang kupasang karena bisa, bukan karena aku mau pakai, apalagi memang karena dibutuhkan. Ada pula beberapa program dan aplikasi yang kusadari mengganggu waktu kerjaku karena menjadi distraksi dalam bekerja. Bayangkan, dalam konsentrasi berpikir memecahkan suatu masalah lalu melihat icon atau notifikasi muncul bahwa aku harus melakukan sesuatu atau merespon sesuatu dengan segera. Akibatnya konsentrasi buyar dan malah melakukan hal lain yang not related at all dengan pekerjaan yang dihadapi. Ini merugikan karena aku sudah merasakan dampaknya beberapa kali. Kualitas kerjaku menurun, tugas yang sama yang sebelumnya butuh hanya 1 jam sekarang menjadi butuh se

Menyatakan Diri Kepada Google

  Malam ini membuatkan akun buat seorang anak di bawah umur dan sedikit merasa bersalah karena berarti aku memberitahukan kepada Google bahwa ada orang bernama XYZ di Indonesia dan punya relasi denganku. Menyesal juga karena orangtua anak ini sengaja tidak membuatkan akun media sosial apa pun karena belum mau menunjukkan kepada orang-orang bahwa anak ini ada dan tinggal bersama mereka. Ini bukan soal legalitas atau hal melanggar hukum lainnya. Justru sebaliknya, hukum yang berlaku di Indonesia mengakui anak ini secara resmi dan legal. Hanya saja, mereka sengaja tidak menunjukkan ke raksasa-raksasa internet bahwa anak ini ada. Maksudnya biarlah jejak digitalnya seminim mungkin. Tentu saja aku mendapatkan izin dari kedua orangtua anak tersebut tetapi seharusnya aku bisa berkata, "Tidak perlu, nanti saja"?

Menyelesaikan Konflik

 Tidak mungkin bisa hidup tanpa ada konflik sama sekali. Berarti sangat perlu  kemampuan untuk menyelesaikan konflik, entah itu sebagai bagian dari salah satu pihak yang bertikai atau sebagai pendamainya. Penting sekali. Seperti yang kualami sekarang, aku ragu untuk bertindak karena takut salah padahal konflik semacam ini perlu segera dicarikan solusinya, mendamaikan pihak-pihak yang berselisih paham dan bertikai. Kemampuan diplomatis diasah mulai dari hal kecil sehari-hari di lingkungan sosial / profesional terdekat. Mari kita lakukan ini! Semangat!

melangkah ke arah yang baru

ini masa yang penuh cobaan dari beberapa macam sisi. perlu berhati-hati dalam melangkah. atur napas, lihat sekeliling, terawang ke depan. mau ke mana, mau jadi apa, mau berbuat apa ke siapa. soalnya sekarang ini salah sedikit lalu ketiban cobaan, tak terbayangkan bagaimana bisa keluar dari itu. pandemi, persaingan dunia kerja, ketiadaan teman dan keluarga yang dekat dan bisa membantu / menolong saat membutuhkan. mencoba menentukan arah baru karena setelah dipikir dan dianalisis lagi, hidup dengan cara yang sama dan mengandalkan sumber penghasilan yang itu-itu saja, alamat buruk sekali saat terkena cobaan. sekarang aku berbicara seperti orang taat beragama padahal berdoa saja sangat jarang. melangkah ke arah yang baru, perlu, tapi aku belum tahu bagaimana caranya.

memecah kesatuan dalam unit yang lebih mudah dicerna

intinya dalam mencapai target yang dimaui diri sendiri adalah aku perlu memecah-mecah ke dalam unit-unit yang lebih kecil suatu pekerjaan besar dan target skill yang ingin kukuasai. tidak mudah dan tidak gampang karena standar kemampuan cerna tiap orang berbeda-beda. seperti yang kutulis di sini dan makin lama semakin singkat, hanya maksimal dua sampai tiga paragraf saja sedangkan lima tahun lalu aku bisa menuliskan entah apa rambling atau rant dalam sekian paragraf! sesuatu yang harus dilakukan dan dicarikan solusinya karena sungguh tak sangka aku makin merasa menghabiskan waktu sia-sia saja selama masa pandemi ini. padahal jauh lebih banyak waktu luang karena misalkan saja ada tambahan waktu minimal satu jam per hari diperoleh dari tidak melakukan commuting. marilah kita mulai!

membaca aturan "privacy" dari penyedia jasa

di masa sekarang ini ada berapa banyak program dan aplikasi digital yang kamu pakai? ada berapa banyak yang kamu mau membaca isinya dan memahami apa saja hak dan kewajibanmu sebagai pengguna jasa, apa dan seberapa banyak kewajiban penyedia jasa dan bagaimana tanggungjawabnya atas data-data pribadi yang kamu isikan demi bisa menggunakan jasa mereka? aku yakin, tak banyak yang mau meluangkan waktu, tenaga, dan pikiran untuk membaca syarat dan ketentuan dari penyelenggaraan suatu jasa yang dipakai. akibatnya, bisa saja kaget ketika menemukan begitu banyaknya informasi pribadi yang beredar dan seberapa jauh suatu perusahaan bisa membaca profil dirimu: siapa kamu, apa yang kamu mau, preferensi dan kondisi ekonomi saat ini, dan hal-hal lainnya. soal di mana kamu tinggal dan di mana kamu bekerja pun, mereka bisa tahu. segal tentang dirimu bisa ketahuan. bagaimana kamu melindungi diri sendiri?

malam dan keraguan

sudah malam dan waktunya meragukan diri sendiri. sering berulang dan membuatku bertanya-tanya, apakah hanya aku sendiri yang seperti ini? meragukan diri sendiri dan orang-orang terdekatku? jadi masalah utamanya adalah aku merasa belum cukup berbuat untuk diri sendiri dan orang-orang terdekat yang kusayangi. ada banyak kesempatan yang kulewatkan karena aku ragu untuk mengambilnya. tidak seperti orang lain yang mampu merasa bisa!  dan melakukannya, aku cenderung menghindar atau pindah ke barisan belakang dari orang-orang di mana aku bisa merasa aman untuk mengamati perilaku orang lain. padahal dengan berada di belakang orang lain, aku melewatkan kesempatan untuk unjuk gigi dan mendapatkan perhatian untuk membuka pintu-pintu kesempatan lainnya. orang yang terlihat aktif bertindak dan dapat menjelaskan tindakannya, akan lebih menarik dan diingat orang-orang lain dibandingkan menjadi seperti wallflower . tidak bisa tidur cepat, tidak bisa tidur nyenyak, karena merasa belum bertindak optimal

belajar itu penting, "tahu diri" jauh lebih penting. begitu ya?

 setengah jam lagi tengah malam dan masuk ke hari  terakhir bulan agustus tahun pandemi 2020. aku tak tahu apakah setelah ini dunia yang kukenal akan melakukan reset terhadap perhitungan waktu atau tidak. kuharap tidak, karena itu berarti kemajuan umat manusia terhapuskan oleh pandemi ini. itu akan sangat... tidak menyenangkan! mempertimbangkan tapi melupakan lalu melakukan aksi yang kemudian berimbas sebuah tudingan anti terhadap suatu golongan masyarakat itu tidak enak. seharusnya sebagai anggota dari kelompok minoritas, seorang manusia harus tahu diri. menyadari betapa tak pentingnya opini pribadi ketika berhadapan dengan perasaan rapuh kelompok besar manusia yang menganggap selalu dalam serangan dari pihak terlihat maupun tidak. dengan tetap diam dan menyimpan opini pribadi yang tak pelak dapat menyakiti hati kelompok orang lain, seharusnya tercapai harmonisasi kehidupan. semua tenang, semua aman damai, semua senang. atau seperti itu klaim kelompok besar orang. sebuah kondisi faux

"We don't feel that connected."

Dalam banyak hal yang dilakukan rutin, berkali-kali merasakan dorongan untuk memberikan yang terbaik dan paling tepat sesuai kondisi dan waktu yang ada. Dengan mempertimbangkan semua limitasi yang ada, memilih rangkaian tindakan yang diharapkan memberikan hasil paling optimal, lalu mengeksekusi setepatnya, dan kemudian bertanggung jawab atas apa pun hasilnya (atau dampak dari keputusan dan tindakan yang diambil. Setelah menjalankan dan mengalami langsung, seseorang sebaiknya belajar menerima bahwa setelah segala daya upaya terbaik yang dikerahkan, pihak yang satunya tidak akan menerima atau merasa berkebutuhan untuk mengapresiasi pada tingkatan yang diharapkan. "We don't feel that connected," katanya. Seperti itulah realitas. Kembali ke diri sendiri bagaimana menghadapi dan menyikapi respon seperti itu, yang jelas tidak diharapkan. Nah, apa yang kita katakan, lakukan, setelah menerima respons seperti itulah menentukan akan jadi apa hubungan yang ada kelak di kemudian hari

menyadari keterbatasan yang mutlak: waktu

sebelum menuliskan terlalu banyak, izinkan aku meminta maaf atas kenyataan bahwa kemampuanku menurun dalam menulis. jumlah kata yang makin sedikit, koneksi antar paragraf yang makin tipis (atau bahkan hilang), keraguan untuk mem- posting suatu update karena menduga kualitas buruk, dan hal lainnya. ketika orang bilang, "sudah, lakukan saja dulu, nanti juga terbiasa." aku merasa hidup berkarya orang itu lebih mudah daripada hidup tulis menulisku. seharusnya aku belajar dan mengasah kemampuan menulis, lagi dan lagi sampai batas kemampuan tertentu. setelah itulah baru aku mencoba belajar kemampuan lain lagi. kalau seperti sekarang ini, hanya sekedar tahu saja, lalu mencoba mencari tahu hal lain dan hal baru? tentu saja aku tahu cukup luas tapi hanya permukaan saja. tidak ada orang yang mau menjadi "sekedar bisa" saja. tak menghasilkan, soalnya. kecuali orang itu pemalas, tidak berambisi, atau hal lainnya. sekarang aku terdengar seperti orang yang sok tahu, yang dengan

secara teori, semua ini buruk

kalau tidak disangka dan tidak melakukan persiapan, apa yang terjadi saat ini terasa sangat buruk. kehilangan dan kerugiannya nyata. ketakutan akan diskontinuitas juga besar sekali. mau bagaimana menghadapi masa depan yang tak pasti ketika diri ini tak bisa beradaptasi? jadi kalau tidak melakukan apapun, bakal salah. kalau mau melakukan sesuatu, dengan segala keterbatasan kondisi, akan melakukan apa sebagai jalan keluarnya?

Fluktuatif dan Inkonsisten

kayak harga saham gorengan, fluktuatif moodku menulis. sialnya lebih banyak "gak mood". kalau dipertimbangkan ulang, memang konsistenku hanya dalam hal selalu inkonsisten. bila dilihat rekam jejakku dalam menulis, sudah mulai sejak sekolah dasar tapi tak pernah ada manfaat menulis ini. seperti curahan hati yang terasa memalukan bila dibaca ulang sepuluh tahun kemudian. ya, mungkin seperti tulisan ini bila terbaca lagi olehku sepuluh atau lima belas tahun lagi. aku butuh bantuan. atau butuh kejutan. agar mau berubah. aku cenderung menyuruh orang lain untuk berubah sedangkan aku tak bersedia melakukan apa-apa untuk perbaikan diri sendiri. hanya karena merasa "gak mood" tadi itu, yang terlalu sering muncul. bayangkan ada berapa banyak self-project yang sudah dimulai tapi tak berlanjut. sejumlah besar dana yang dikeluarkan untuk melakukan ini itu tapi tak selesai. padahal usia terus bertambah dan kemampuan bergadang untuk melakukan kegiatan ekstra makin tergerus. inkons

tidak sangka tetap #stagnan

Seharusnya sudah diduga dan melakukan langkah antisipasi kalau upaya yang hendak dilakukan ternyata lebih bagus di rencana daripada saat eksekusi. Sekarang ini semua seperti jalan di tempat saja. Stagnan, kata orang. Dengan mengamati kondisi hari ini dibanding keadaan empat belas hari yang lalu, terbukti tanpa kemajuan karena kurang komitmen pada target bersama. Kutulis ini seperti tanpa beban padahal tidak. Sungguh tak tepat menyalahkan orang lain atas kesalahan diri sendiri. Cuma saja bisa dilihat orang-orang yang survive di dunia bisnis profesional punya kemampuan untuk mengalihkan ke-stagnan-annya kepada pihak ketiga. Itulah kemampuan yang aku belum punya dan seharusnya sudah kumiliki dalam lima belas tahun terakhir. Kalau saja aku bisa -- dan tega -- melakukan apa yang dilakukan orang lain untuk menjejaki jenjang karir, mungkin aku sudah entah ada di (negara) mana sedang melakukan apa, yang jelas bukan menulis update pada sebuah blog yang tak dibaca seorang pun.

memutar uang tanpa ada dasar keilmuan

kondisi memaksaku untuk berjudi karena aku memutuskan memutar uang tanpa ada dasar keilmuan yang cukup. belajar sambil praktek namun tetap menungukur kemampuan. semuanya karena aku tak bisa membaca tanda dan membuat prediksi. untuk membuat rencana saja aku belum mampu. kalau kata orang bijak yang sudah pengalaman, hanya menunggu waktu bagi orang sepertiku untuk akhirnya kehilangan semuanya. tentu aku tak ingin mengalami kesialan kehilangan banyak maka aku mencoba apa yang aku bisa: mencatat pergerakan dan perpindahan dalam jangka waktu tertenu lalu melakukan evaluasi. sepertinya mudah dan sederhana, cuma mencatat saja. yang sulit itu mengambil kesimpulan tepat dari data yang ada.

kalau punya, apa dipakai?

Jadi aku sedang berpikir untuk membeli sebuah gadget lagi untuk dipakai dengan iseng -- dan siapa tahu nanti akan butuh -- atau dengan serius, siapa tahu? Tentu saja masih ragu karena ada banyak barang yang kubeli tapi sangat jarang dipakai. Tersia-siakan teronggok sampai rusak. Hidup mubazir sepertinya adalah jalan hidupku. Siang ini terasa sangat mengantuk karena aku kurang tidur. Sekedar pengingat saja bahwa tak semua hal yang terlihat menarik itu harus dibeli dan dimiliki.

#tidakmudahmaju karena #dirumahaja

Bingung melihat keadaan saat ini karena tidak jelas siapa yang dapat diikuti dan didukung. Perang narasi dan pancingan sentimen untuk mengumpulkan massa sangat terasa. Entah apa jadinya masa depan bangsa ini. Dengan membiarkan segalanya terjadi tanpa ada check and balance maka akan ruwet hidup di Indonesia di masa yang akan datang. Soalnya ada pembiaran atau malah dukungan tersembunyi atas pemanfaatan simbol-simbol tertentu untuk mendapatkan keuntungan pribadi atau kelompok -- if you know what I mean. Jadi tidaklah banyak yang tersisa yang bisa dilakukan. Menghabiskan waktu #dirumahaja sudah beberapa bulan karena wabah pandemi ini, perlahan-lahan terasa kejenuhan, frustrasi. Berhati-hatilah jangan sampai melakukan kesalahan dengan melampiaskan frustrasi itu pada anggota keluarga yang tinggal bersama-sama dengan kita. Itu tidak baik dan tentu salah. Jangan sampai terjadi.

#tidakmudahmaju dan Percaya

Hari ini ada pengalaman yang membuka mata. Selama ini aku memang menyimpan keraguan dan hari ini terjawab jelas. Jangan percaya dengan orang yang baik-baik saja kepadamu tanpa pernah menguji ketulusannya. Apalagi kalau berada dalam lingkungan yang sebenarnya secara implisit terjadi semacam kompetisi. Soal teamwork adalah omong kosong belaka. Siapa yang akan melakukan apa, siapa yang mendapatkan keuntungan apa, apakah kamu dibantu atau tidak dan mengapa, dan hal-hal seperti itu. Tidak mudah menerima kenyataan tetapi harus kuingat dalam lingkungan sehari-hari pun aku menghadapi kompetisi. Aku harus bisa menang.

#dirumahaja Bersamamu

Kenapa tidak bertanya apa yang terjadi pada kita sehingga saat mematuhi himbauan pemerintah untuk #dirumahaja, kita tak bisa terus-menerus akur? Aku merasa bersalah tidak melakukan satu hal atau malah berbuat sesuatu yang mengganggu atau mengusik perasaanmu yang halus. Mempertimbangkan kondisi mental saat melakukan social and physical distancing selama beberapa minggu, wajar kalau terjadi gesekan antar personal karena tak mungkin ada pasangan dan keluarga yang 100% kompatibel tanpa perbedaan yang bisa terpicu saat kondisi tidak normal. Bayangkan selama 24 jam terus-menerus berada di bawah satu atap yang sama tanpa variasi suasana dan orang. Seasyik atau serunya hubungan, selancar apapun komunikasi, dalam jangka panjang, perbedaan kecil yang terungkit melulu akan memicu perselisihan. Tentu saja ini hanya teori sok tahu dariku saja. Aku  sendiri memang mengalami hal mirip tapi tak berarti apa yang kukatakan ini pasti benar. Sepertinya sudah jelas bahwa menjaga kesehatan mental itu juga

menunda pekerjaan adalah hobi

aku pikir masuk akal untuk mengakui saja: menunda pekerjaan adalah hobiku. dalam keadaan ekstrim, aku bahkan tidak mampu membuat diriku melakukan langkah pertama dari suatu tugas atau pekerjaan yang diminta dariku. tidak mudah, tidak mau, tidak ingin. dalam jangka pendek maupun jangka panjang, kebiasaan ini tidak baik. merugikan! tapi entah kenapa aku tak mampu berbuat banyak -- dalam beberapa kali kejadian -- melawan kebiasaan menunda pekerjaan ini. bahkan aku sebenarnya harus merapikan sebuah database untuk dikirimkan ke bagian divisi lain tetapi malah aku menghabiskan waktu di sini, menulis update-an blog ini. sungguh aneh. tidak efisien untuk diri sendiri tetapi aku tidak segan untuk menegur orang yang kuanggap tidak bekerja efisien. seperti standar ganda: orang lain tak boleh melakukan apa yang kulakukan. seperti bukan figur (calon) pemimpin yang pernah kukhayalkan dulu.

#tidakmudahmaju

merasa #tidakmudahmaju? tenang, #kamutaksendirian! demikianlah slogan yang perlu digaungkan ke para solos alias sobat loser seantero nusantara. memikirkan potensi pengakuan dunia maya bahwa #kamutaksendirian dalam kegiatan rebahan dan keenganan untuk berubah, sungguh mengasyikkan. dengan memiliki teman-teman yang tak maju, berarti hidupku tak terlalu buruk, bukan?

orang pintar makan orang bodoh

ORANG PINTAR, MAKAN ORANG BODOH caranya agar orang bodoh tidak dimakan? berada dalam grup berjumlah banyak sehingga ada kemungkinan luput dari terkaman atau dimangsa. ada orang lain yang kena makan, bukan dirinya. tapi strategi ini membutuhkan tingkat kepintaran tersendiri. kalau bodoh tapi merasa pintar dan mau sendirian saja karena tidak mau berbagi kepintaran ? ya bisa habis begitu saja dalam keadaan sendirian pula.

Melacak Jejakmu

breakfast for us Mengingat kejadian beberapa waktu lalu, upayaku untuk melacak jejakmu. Ku tak mau melupakan kenangan tentangmu. Semua yang kita lakukan bersama-sama tanpa pernah tahu apakah ini dapat dimiliki bersama dalam waktu lama. Semua kenangan tentangmu tak akan kulupakan. Makan. Jalan. Tidur. Semuanya.

Mencegah Kehilangan

Ketika bekerja dalam kondisi wabah seperti ini tentunya penting untuk menjaga kesehatan. Tetapi kebanyakan orang mudah lupa bahwa yang perlu dijaga itu bukan hanya kesehatan fisik saja, melainkan juga kesehatan mental. Dalam keadaan mengisolasi diri sendiri atau menjaga jarak dengan orang lain, bisa saja mengganggu kesehatan mental karena seakan hidup mendadak menjadi sepi tanpa teman. Kenalan dan relasi serta aktivitas sosial terpaksa dilakukan melalui layar persegi video streaming yang kebanyakan hanya menampilkan wajah. Keterbatasan menyaksikan gerak-gerik tubuh, keterlambatan sinkronisasi gambar dan suara (karena beban pada jaringan), atau orang-orang yang memilih untuk mematikan kamera video, membuat terasa tidak lengkap saat interaksi dilakukan. Mungkin lebih mudah bila hanya menonton rekaman ucapan orang. Setidaknya kita bisa mengatakan pada diri sendiri bahwa ini hanya sebentuk komunikasi satu arah. Tidak tinggi ekspektasinya. Melakukan aktivitas sosialisasi berharap aga

Belajar Mengelola Emosi

Untuk dipahami menjelang tengah malam ini bahwa emosi harus bisa dikelola dengan cerdas karena ini adalah alat bagi kemajuan karir. Untuk menjadi pribadi yang bisa mengelola emosi dengan cerdas, aku perlu banyak belajar. Membaca teorinya, lalu mempraktekkan berada dalam situasi yang sangat memancing emosi bermacam-macam. Ketika dalam kondisi itu, seperti apakah reaksiku? Dapatkan aku meredam impuls untuk melakukan aksi yang dalam jangka panjang dapat merugikanku? Tentu harus berhati-hati dalam bereaksi terhadap rangsangan dan emosi yang timbul. Perlu sejenak memberikan jeda kepada diri sendiri untuk menganalisis apakah yang terbaik untuk kondisi seperti ini. Membiarkan diri terbawa emosi akan sangat merugikan diri sendiri. Mungkin seperti menang dalam jangka pendek atau saat itu, namun bisa saja kalah di beberapa waktu kemudian. Jangan keseringan mengikuti ledakan emosi sesaat. Akan merugikan diri sendiri atau orang-orang terdekat. Percayalah, aku sudah berkali-kali mengalaminya.

meskipun tak seindah pelangi

percayalah padaku meski di gelap malam, kamu gak sendirian. untuk biasanya aku tak fokus dalam meruntutkan pendapatku secara jelas. proses yang melompat-lompat tidak membantu siapapun yang seharusnya perlu memahami apa yang kubutuhkan dari pihak yang kuajak berkomunikasi. semacam ketidakmampuan yang telah mengkristalisasi di dalam diri, seperti kata-kata Mas Tukul Arwana, pesohor itu. jangan salah, menempatkan diri dalam konteks yang termutakhir itu perlu, jangan sampai menilai diri sendiri sudah "wah!" padahal aslinya tak bisa apa-apa. ada saja orang yang seperti ini di sekitarku, mungkin di sekitarmu juga. sudah mulai malam dan aku belum juga mulai mengolah tugas yang dimintakan kepadaku, jadi kututup saja tulisan ini dengan ucapan, "Selamat malam, tetap jaga jarak, cuci tangan dengan sabun selama 20 detik, dan lainnya!" ucapan yang sesuai dalam masa wabah seperti ini.

sakit kepala ini disebabkan oleh stress

dunia dihajar wabah dan semua orang yang mengaku rasional dan paham pasar, ekonomi, dan tetek bengek lainnya malah seperti panik dalam upaya mengoptimalkan keuntungan pribadi atau institusi tempatnya mencari nafkah. semua orang dalam kondisi apapun tentu mengincar sebesar-besarnya keuntungan pribadi, lalu sekuat-kuatnya usaha menghindari kerugian. ogah rugi, ngotot untung. sedangkan aku di sini merasa stress karena setiap hari melihat paper asset -ku makin menyusut nilainya tanpa bisa dibendung karena aku ini siapa sih dibanding semua orang pintar rasional paham pasar dan ekonomi? kehilangan harta sampai separuhnya dan tak jelas apakah dan kapan bisa recovery . semua beban pikiran ini membuatku stress . lalu sekarang aku mulai merasa lapar.

self-isolation and current pandemic

here we are when government instruction is to do social distancing and if you get some symptoms, just to self-isolate. that means you avoid people , to a great extent. i wonder what difference does this instruction affect my daily life, being my habit is to avoid people. yet i am not sure that i can get through this. then you realized that all important people and their families get prioritized for medical services and tests and treatment for symptoms of this pandemic. very convenient for them, not for us common people.  updated: it's just a couple of days and i'm already begin to notice how short my temper was. i could get annoyed most of the times from different causes, or a few fights among the family members.

punya aspirasi tapi tak punya komitmen

sebelumnya pernah kutuliskan di sini tentang kebutuhanku dalam menghadapi masa depan dan keadaan yang mungkin tidak menentu. ini penting karena tidak ada seorang pun yang tahu apa yang akan terjadi pada dirinya nanti sore, besok, atau di masa yang akan datang. inti permasalahannya adalah aku sadar ada potensi masalah dan resiko yang perlu dikelola. untuk hal ini pengelolaan yang baik diharapkan dapat memberikan hasil yang baik pula. terkait kondisi dewasa ini tentang pandemi yang kurasakan mulai mempengaruhi hidup sehari-hari, sebenarnya baik jadi pembelajaran tentang keterbatasan waktu hidup yang dimiliki. punya aspirasi untuk memperbaiki keadaan hidup dan kualitasnya tetapi tak mampu membuat dan memegang komitmen terhadap proses. bayangkan kalau kamu itu merasa lapar tetapi tak bisa membuat diri mau beranjak dari kasur di kamar kost lalu keluar ke warung terdekat untuk membeli makanan lalu memakannya! tidak terdengar absurd kalau kamu pernah mengalami hal seaneh itu. aksi yang m

kestabilan dan/atau jaring pengaman

malam ini kembali membuka laptop dalam rangka menyelsaikan misi pribadi yaitu belajar X atau Y agar aku mendapatkan kemampuan dan keterampilan baru sebagai plan B ketika tempatku bekerja saat ini sudah tak lagi sesuai dengan keinginan dan aspirasiku. memang sudah seharusnya aku mengamalkan pemahaman atas realita: tidak bisa mengharapkan kestabilan dari suatu korporasi dan keamanan untuk meniti jenjang karier. kalaupun terjadi perubahan internal -- suatu keniscayaan -- dan kurasakan sudah perlu menyelamatkan diri sendiri, setidaknya aku ada keyakinan bahwa kemampuanku terjaga agar selalu up to date dengan kebutuhan dunia kerja saat itu. jadi, ketika berhadapan lagi dengan kompetisi teranyar, aku tak gagap atau minder, menyerah dan tak mau mencoba sama sekali karena merasa pasti kalah. jujur, aku tak ingin terjadi hal seperti itu kepadaku. aku harus bisa bertarung dengan kompetitor lainnya, mereka yang sama-sama mencari kerja sepertiku.

aku berharap, berdoa, tapi lupa bekerja

melakukan sesuatu itu jangan setengah-setengah, begitulah pesan yang pernah kudapat dahulu kala. tetapi seperti biasanya, pesan seperti itu tinggallah kalimat tak bermakna karena tak kuresapi dan kuterapkan dalam menjalani hidup. tentu semuanya karena kebiasaanku untuk melakukan hal-hal mudah lalu mengaku bahwa itu adalah best effort untuk menutupi kenyataan: ada hal lain yang bisa kulakukan tetapi tidak kulakukan. bisa jadi karena malas, karena menunda terlalu lama, atau memang tak bisa memegang komitmen pada diri sendiri. ini yang membuatku menghabiskan waktu tak menghasilkan apa-apa atau menambah hal positif, misalnya aset, pertemanan / koneksi, ilmu pengetahuan yang makin luas, spesialisasi keahlian yang makin tajam, dan hal lainnya. kadang kalau melihat kondisi diri sendiri terasa malu karena terlalu banyak menyia-nyiakan kesempatan.  aku berharap. aku berdoa. tapi aku lupa bekerja. terus dengan keras kepalanya aku berkisah pada dunia bahwa aku sudah melakukan segala daya

memulai rutinitas lagi (lanjutan)

tidak mudah untuk memulai rutinitas lagi, semacam restart , seperti yang pernah kutuliskan sebelumnya, dikarenakan membuat habit baru itu bisa dibilang gampang-gampang susah. melakukan evaluasi terhadap kinerja antara sebelum dan setelah memulai habit baru sebenarnya perlu dilakukan agar paham di mana hal yang dilakukan sudah baik dan memadai dan di bagian mana masih perlu perbaikan / peningkatan. melakukan upaya peningkatan kemampuan diri atau membentuk habit baru jangan dilakukan serampangan karena kita tak ingin segalanya sia-sia. memulai rutinitas lagi dengan mengubah ritual pagi hari atau malam hari sebelum tidur, misalnya. yang tadinya sejak membuka mata pertama kali sampai selesai mandi pagi mungkin butuh satu jam lima belas menit tanpa aktivitas penting atau krusial di antara kedua milestone itu, mungkin bisa evaluasi dengan mengurasi aktivitas menggeliat di atas ranjang atau tidak lagi membuka gawai terlebih dulu. semacam simpel tetapi akumulasi waktu yang tak lagi tersia-

semua ini telah kulakukan

aku harus mengabaikan halusinasiku tempo hari karena ternyata aku tak punya leverage untuk mengeluarkan isi otak dan melampiaskan kegelisahan di hati. aku tak tahu apakah benar atau salah yang jelas tak ada artinya memiliki rencana yang muluk-muluk. tapi aku tahu aku menuliskan ini seperti orang yang tak punya harapan, pesimistis menatap masa depan, biarpun selama ini aku sebenarnya baik-baik saja melewati waktu. aku hanya merasa tak mencapai my full potential karena aku terlalu mudah terdistraksi. tidak memadainya waktu dan tak adanya energi seharusnya bisa dikelola karena aku punya resource yang terbuang dengan mudahnya. membayangkan memiliki apa yang aku miliki sekarang biarpun sebenarnya aku pernah berharap melengkapi semua lebih cepat lagi. misalnya sepuluh atau lima belas tahun yang lalu. sebaiknya aku mengonsep jalur cerita yang lebih koheren dan menuliskan, mengedit, lalu menuliskan ulang agar seperti kegiatan mengasah pisau sehingga semakin tajam. menyimpan semua pikir

antara ada dan tiada

ini di ujung jalan berkumpul dan berbicara tentang isi dompet yang tak berbudi karena tidak kenal kawan dan lawan. melakukan perbincangan dengan mencapai kesepakatan verbal dengan komitmen dalam jangka panjang untuk kesejahteraan masing-masing individu. untuk saat ini perlu evaluasi apa saja hal yang perlu dibuatkan tetapi belum dilakukan karena alasan yang bermacam-macam. mengenai perbaikan diri dan tuntutan ilmu yang baru agar selalu dapat berkompetisi minimal dalam rangka dan level tertentu. kebiasaan yang baik perlu dipupuk dan dimotivasi agar tumbuh kembang. motivator terbaik adalah diri sendiri. maju terus pantang mundur.

powerful tools at your fingertips

i have to admit i wasted time not really learning all the available free tools -- very powerful tools -- available at a few keystrokes. you see, i've been using and self-learning free tools more than half of my life. a lot of people i know, won't be caught red-handed using free tools. not me, i love free tools but i just can't make myself learning these free tools seriously. i should, but somehow i wouldn't. and that's bad for me. here i am few years later in life and reading about how this person and that person succeeded in getting life-sustenance (be it fee or commission work or salary) because they learned and learned and spent resources on those free powerful tools. i want to be like them i get distracted easily. using whatever available for oneself, using powerful tools and softwares available, to expand horizon, explore additional avenues and / or source of income(s!), great for people that can do it. for myself, i'm not happy at my own state of life.

"okay, here we go!"

menghadapi tembok kebuntuan sehari-hari dan kupikir apakah yang salah adalah diriku sendiri? meminta tolong dan mengingatkan orang untuk bekerja itu ternyata tidaklah mudah. seperti bermain-main dengan potensi masalah yang bisa "meledak" sewaktu-waktu hanya karena rasa ketersinggungan. mengubah keadaan karena hanya itu yang bisa dilakukan untuk diri sendiri. aku sudah menghabiskan gelas entah yang ke berapa hari ini dan sekarang bahkan belum pukul tiga sore. sungguh perubahan mental dan cuaca tidak menyenangkan mengganggu pikiran. membaca berita yang terjadi pun tidak membuat pikiran lebih tenang atau lebih happy . berita tentang wabah flu disebabkan virus ini sungguh menakutkan apalagi dalam kondisi seperti ini sudah ada keluarga. perubahan alam yang menakutkan. di segala arah di setiap tempat dan sepanjang waktu aku berpikir apakah ada potensi kemalangan mengintai dan siap mencabut kebahagiaanku. semuanya karena aku berpikir tidak ada yang ajeg dalam hidup. tak masuk

memulai rutinitas lagi

sekarang hari senin pagi dan sekitar rumah suasananya masih tenang. aku terbangun karena dalam beberapa hari terakhir memang jam seginilah aku bangun. tidak lagi bisa tidur karena tentu saja kebiasaanku memikirkan terjadinya hal-hal buruk, menyusahkan, merugikan, yang semuanya masih sangat jauh ke depan atau kecil kemungkinannya terjadi. aku sering merasa aneh: perasaanku ada di kutub "kuatir" dan kutub "marah". seperti dalam spektrum emosi yang  tidak ada kedamaian sama sekali. rutinitasku adalah seperti itu dan "itu" tidaklah baik bagiku. seharusnya dalam kondisi perubahan seperti ini aku melakukan adaptasi dan menjadi pribadi yang lebih baik daripada diriku sebelumnya. aku punya tanggung jawab baru dan aku harus bisa mengurangi rutinitas lama model 2019 dan transformasi secara gradual -- aku tak bisa kalau harus ekstrim berubah dalam waktu singkat -- menjadi lebih baik. rutinitas pagi hari yang ini sebagai model baru dan aku menulis karena setel

melakukan penilaian mandiri

jadi aku diminta melakukan penilaian mandiri untuk sistem pengelolaan sosial dan lingkungan berdasarkan prinsip sosial dan lingkungan perusahaan. tidak tahu juga kenapa aku yang diminta menyediakannya. aneh. soalnya aku merasa diriku tidaklah punya kualifikasi untuk melakukan aktivitas ini. tetapi karena permintaan atasan ya anggap saja sebagai suatu tantangan yang perlu dihadapi dan ditaklukkan.

hari-hari sekarang menjaga

ada perubahan dalam siklus hidup di mana fase berikutnya adalah menanti keturunan. takut, cemas, senang, bercampur aduk dalam perasaan. ini jugalah yang membuatku sulit tidur malam hari. i should know better that rest is important. menjadi diri sendiri, berubah, menjaga orang lain dalam fase seperti ini, belajar hal baru untuk self-improvement , semuanya harus dilakukan semua dalam waktu yang bersamaan. mencoba dan berkomitmen. semoga sehat selalu , ucapku ke diri sendiri.