Langsung ke konten utama

Postingan

Menampilkan postingan dari 2019

Stagelight Adalah Salah Satunya

aku diingatkan tentang ada banyak program dan aplikasi yang kubuka, kupasang, kubayar langganannya, tetapi tidak kupakai secara optimal. Stagelight dari Open Labs adalah salah satunya. sudah kupasang di gawaiku, di komputerku, dan kubayar beberapa paket bunyinya. tapi sampai sekarang, ketika aplikasi ini akan diskontinu karena sudah diakuisisi oleh Roland, aku tidak juga menguasai apapun. itulah aku. jago membayar tapi tak bisa memanfaatkan. orang (produsen aplikasi dan program) mungkin suka dengan tipe konsumen seperti diriku, yang bersedia membayar premium tetapi tidak membebani server mereka karena aku ternyata hanya membayar tapi tidak menggunakannya. bayangkan, aku membayar untuk menggunakan tempat tetapi tidak dipakai sama sekali. biaya maintenance server lebih murah karena load yang lebih rendah.  Stagelight dari Open Labs ini adalah salah satu indikator yang menyadarkanku bahwa aku sangat boros dan tak bijak dalam menggunakan sumber daya yang aku punya. tidak efisien. tid

mengolah data tanpa kemampuan berbicara

aku berpikir untuk menambah ilmu dengan belajar mandiri. topik yang perlu diperdalam adalah kemampuan mengolah dan menyajikan data dengan kesimpulan yang diharapkan bisa membantu pengambil keputusan. ada beberapa hal yang mengganjal aku untuk memulai, misalnya dugaan bahwa apa yang kupelajari ini tidak bermanfaat optimal di pekerjaan yang sekarang. tidak ada yang suka pekerjaannya dibongkar dan dibedah, dianalisis dan diumumkan hasilnya. tak banyak yang mau berubah dan memperbaiki metode kerjanya. tidak termotivasi atau tidak merasa perlu, apalagi bila beranggapan bahwa, "selama ini begini saja toh masih terpakai.." kadang kalau sudah seperti itu aku merasa terjebak dalam posisi yang sekarang. kebutuhan masa kini sebenarnya sudah misaligned dengan kemampuan saat ini. tidak mudah untuk tetap berada dalam kompetisi. ditambah lagi model tingkah laku dan kemampuanku berkomunikasi sungguh perlu banyak bantuan. balik ke mengolah data, sebaiknya aku mengulang dan melatih diri

belajar mentolerir orang lain

tidaklah banyak orang yang diajari empati sejak kecil padahal sebenarnya kemampuan berempati itu sangatlah penting. tidaklah sempurna orang yang tak punya rasa simpati untuk orang lain. menganggap diri tidak sama dari kelompok orang lain, tidak bisa mentolerir kelakuan orang lain, dan segala macam hal yang tak lain dan tak bukan hanya menunjukkan betapa diri sendiri itu tak bisa menerima bahwa orang lain berbeda dari dirinya sendiri. ini semacam kalimat panjang tanpa isi yang terlalu sering kubuat dan kubagikan ke seluruh dunia lewat tulisan opini tiada arti yang tayang di dunia maya. ada saatnya aku seperti meracau dan aku sadar aku melakukannya. yang tak asyik itu adalah kalau aku bersikap seperti orang yang tak bisa mentolerir orang lain dari berbagai macam aspek. tidak mudah hidup menjadi diriku. mantap.

sudah diam terlalu lama

aku merasa bersalah karena sudah diam terlalu lama, menganggap semuanya akan baik-baik saja. padahal tidak bisa dan tidak mungkin. ada batasan atas kejadian dan dampak perbuatan serta keputusan yang diambil. menjadi lebih maju tapi tidak berdaya menghadapi variasi pilihan. semua yang kuanggap menjadi hak yang otomatis didapatkan ternyata tidak bisa begitu saja dilakukan. ada banyak hak yang harus bertarung lebih dulu baru bisa dilakukan. menjadi maju dan tak malu untuk membuat kesalahan agar bisa belajar. tidak semua orang punya keleluasaan yang sama untuk berbuat salah.

learning the things you that you might did for your family

this is a new topic which i don't think i'm qualified to write about: family. about my own family, the one i get and create and nurture and live in. i don't want to make mistakes, any mistakes, but that's how you learn and grow, right? you learn through mistakes. i want to get for myself the best family i can possibly have but to divide my resources away from work towards family? i have a very limited resource. to divert would mean loss of quality in my own work.

tentang harga yang tanpa ditawar lagi

ada beberapa hal yang selalu mengganjal di dalam hati karena tidak pernah diselesaikan dengan baik. ini tentang apresiasi dan penghargaan terhadap diri sendiri. kesadaran untuk menilai diri seobyektif mungkin -- meskipun sulit! -- tetapi tidak alpa mencari kebaikan dan nilai lebih dari diri sendiri. semua ini seperti gampang tapi tidak. butuh latihan dan evaluasi dan perbaikan di sana-sini. seperti yang aku lakukan malam ini sembari duduk di sofa. perbedaan karakter yang terpancing mencuat dan meruncing sampai seakan-akan tidak ada titik temu dan kesepakatan atas tujuan bersama yang telah diucapkan sebelumnya. belum begitu lama tapi sudah tak ingat lagi. mungkin karena ini semua adalah amnesia yang diharapkan memang akan terjadi. mungkin ini soal harga yang terlalu tinggi. harga diri. yang menolak untuk ditawar lagi. merasa terbaik dibandingkan orang-orang lain padahal masih ada banyak hal yang perlu diubah, diperbaiki, dianggap tidak lagi relevan sehingga harus diganti.

menjalin kebersamaan

Menjalin persatuan dan kesatuan... Kata orang-orang itu seperti sebuah lagu yang tak lagi berkumandang, mungkin karena aku sudah tak lagi menonton televisi. Mau bagaimana lagi? Buat apa menghabiskan waktu menonton televisi sedangkan ada banyak informasi lainnya tersedia di banyak tempat dari berbagai kanal yang lebih banyak (lebih padat?) data dalam waktu konsumsi yang sama. Seperti menonton serial, kamu mau menonton gratis siaran tapi diberi iklan, atau mau menonton tanpa dikenakan iklan tapi membayar lebih? Sesederhana itu: punya uang yang cukup agar bisa punya opsi yang lebih banyak. Hidup lebih mudah bila lebih banyak pilihan. Untuk bisa lebih banyak pilihan, perlu lebih mampu (lebih beruang). Sesederhana itu.

tidak mudah menyerah

seorang yang konyol sepertiku seharusnya tidak mudah menyerah, bagaimanapun kondisi perlakuan yang kuterima. bersikap positif tanpa menjadi overly positive borderline delusional. sebenenarnya apa yang bisa kuberikan ke orang-orang di sekitarku? tidak tahu. aku tidak boleh menyerah segampang itu. dorong diri lebih kuat lagi. tantang diri setiap hari. maju, atau mengalah dan jadi abu.

mencibir ke cermin

seorang yang sedang mencibir ke orang lain tanpa sadar yang dilihatnya itu adalah sebuah cermin. siapakah yang seperti itu? sesederhana tidak mengenali diri sediri dalam orang lain, bahwa apa yang diinginkan, hal yang ditakuti, menyukai sesuatu, pada dasarnya adalah sama. sama seperti kau dan aku, kita dan mereka, berbeda tapi pada dasarnya sama. ketidakmampuan untuk berempati seperti mencibir ke cermin, memusuhi sesama manusia tanpa mau memahami bahwa pada hakekatnya kau, aku, dia, mereka, semua adalah sama.

ini ada masalah apa lagi dengan si bedul?

ada banyak hal yang perlu diurus dan dikerjakan dalam waktu bersamaan tetapi kenapa ini lagi dan ini lagi hal yang muncul dan menyita waktu tenaga pikiran kita? tidak benar kalau aku tidak berminat atau dibilang tidak mau berubah dan mengubah. aku tahu aku butuh berubah agar tidak begini-begini saja tanpa ada kemajuan yang berarti. sial. aku mulai meracau. seharusnya sadar dan paham apa konsekuensi dari pilihan yang diambil. ini berarti tidak perlu kemudian berpura-pura terkejut bila salah satu hasil yang tak diharapkanlah yang muncul. soalnya tak semua orang bisa mendapatkan apa yang diinginkan. berupaya maju itu tidaklah mudah dan memang mencemaskan. melelahkan pun.

melandai, melantai

jadi sekali lagi satu minggu berlalu tanpa ada kemajuan berarti dalam rencana besar peningkatan kemampuan diri. kenapa bisa mandeg begini seakan-akan tak ada yang berarti? aneh, aku menulis dalam rima yang tak berguna, hanya karena melatih diri dalam percakapan ku tak bisa. bergerak maju, meramu kata. ada yang dituju, bukan tak percaya.

berjudi itu lebih banyak ruginya

seharusnya semua orang menyadari kalau berjudi itu lebih banyak ruginya. tapi seperti kebanyakan orang, aku juga kalau "kena" dalam frekuensi yang tepat akan sulit melepaskan diri. bukan berarti judi seperti menggunakan dadu tapi lebih ke seperti taruhan dengan faktor ketidakpastian yang besar sekali dan meskipun tahu kalau the house always win  ya tetap saja melakukannya. kan pengen profit...

another entry. one of many. no update, actually.

i want to get an espresso. been a long time not taking one shot (or two!). lately i only drank black unfiltered coffee, no sugar. sometimes, it would be black coffee, regular americano, or maybe long black. i prefer to have my coffee black. i find myself unable to enjoy these trendy coffee around where i work or live. so many brands but basically coffee and sweet milk. a good thing, i don't spend too much on these expensive coffee. coffee is good if you can enjoy it without any additional ingredients. but this is just a personal opinion.

basically, what i do is...

losing money. i tend to think that i am smart than most people surrounding me in a daily basis but when i get to expand the circle just a little bit then wham! i am reminded how little i know about the real world and how people will not even acknowledge my level of knowledge. that i am just a nobody. that hurts. i told myself that i know a lot then act upon that information that i thought would be enough. many times, i get told that i know nothing. that my decision making is flawed. that i am not getting better, not learning from past mistakes. you know what? at least i know that i do not know. then i will try to learn more just to get that fraction of information / knowledge to add to my brain. i will prevail. i should.

Nobody's Reading Anymore.

I know now that nobody's reading anymore. Talking about other people? Yes. Reading and comprehending, even understanding? Not really. When was the last time you took effort to read, finish a book, mulling over some topic that based on multiple sources of reading? Not recently. So how do you even know that you're doing the best for yourself Update 2019-11-23 People still read. It's just not from any of google's site.

Integrasi Kemampuan Personal - Delapan Bulan Kemudian

Delapan bulan yang lalu, aku tuliskan di sini , tentang keinginanku yang sederhana: Meng- upgrade skill diri sendiri.  Caranya adalah dengan bersemangat untuk diri sendiri. Tidak usah menunggu ada teman. Biarkan sendirian mencari jalan. Lingkunganku saat ini di kantor semua orang bekerja sesedikit mungkin dan sisanya cukup dengan, "Saya tidak tahu," atau, "Itu bukan bagian saya." Hidup gampang dan gampangan karena punya privilege berupa safe cushion karena berasal dari keluarga yang masih memberikan support . Enaknya. Jadi aku memang membeli beberapa kursus online, berlangganan produk dan jasa pengajaran untuk peningkatan kemampuan. Itulah yang perlu kulakukan. Tinggal mencari kemauan dan waktu. Ini penting dan aku sebenarnya bersyukur sekali punya partner yang mau memberikan dukungan sampai pada tahapan tertentu. Intinya sih, aku tahu apa yang aku butuhkan, tapi aku belum memulainya, bahkan setelah lewat delapan bulan.

Mengantuk Tapi Merasa Berutang

Semuanya sesimpel rasa. Aku merasa mengantuk. Tapi aku tak enak pergi tidur biarpun sudah lewat pukul sepuluh malam karena aku merasa berutang pada diri sendiri untuk membaca, belajar, dan mengasah kemampuan pribadi. Ada terlalu banyak waktu yang kuhabiskan untuk bekerja. Dalam seminggu mungkin aku bekerja lebih dari empat puluh jam tapi lemburnya tidak ada harganya. Aku tak dibayar. Tak dipuji. Lebih sering merasa diperlakukan tidak menghasilkan output sesuai harapan. Aku merasa mengantuk tetapi belum bisa tidur.

Meluangkan Waktu Bersama Pasangan

aku harus mengoreksi keengganan meluangkan waktu bersama dengan pasangan biarpun hanya berupa aktivitas menemaninya berbelanja. memang melelahkan atau menjengkelkan berjalan melewati, melihat, lalu bisa saja balik lagi ke toko sebelumnya karena ada yang belum dibeli atau berubah pikiran. menyenangkan tiap melihat senyumannya atau tertawanya ketika menemukan sesuatu yang membuatnya senang. sinar matanya itu, membuatku ketagihan, ingin merekam dalam ingatan sebanyak mungkin, selama mungkin.

membaca, belajar, namun tidak mempraktekkan

kali ini biarkan aku menulis sesuka hati tanpa memperhatikan kaidah. terlalu lelah pikiran untuk mengoreksi tulisan sendiri sebelum menampilkannya di dunia maya untuk dibaca semua orang. kesulitanku memuncak karena kelemahanku dalam mempraktekkan apa yang aku pelajari. bayangkan bahwa ada banyak masukan dan bahan ajar yang menarik, bermanfaat bila digunakan, dan memang kubutuhkan untuk menyelesaikan masalah sehari-hariku. misalnya dengan breaking down work to the smallest task . secara teori aku pelajari bahwa metode ini akan sangat berguna buatku. aku butuh menyelesaikan banyak tugas yang sebenarnya kutunda-tunda sampai hari ini. beberapa tugas penting dan perlu. beberapa penting tapi tidak perlu segera. menyedihkan kalau diingat. menjadi sumber stress juga dalam hidup sehari-hari. tidak mudah membuang tabiat buruk menunda atau hanya belajar tanpa praktek. makanya seperti stagnan hidup ini. mengesalkan, bukan?

Mengantuk Tapi Ada Kebutuhan (Lanjutan)

Mengantuk sekali! Entah kenapa aku tak bisa konsentrasi karena mengantuk tapi kalau ditanya, aku yakin aku sudah cukup tidur pada malam sebelumnya. Aneh sekali kenapa hal ini menjadi semacam habit  baruku. Tidak menyenangkan. Mau menjadi lebih profesional tanpa melakukan kesalahan konyol -- yang avoidable  -- karena tidak menyenangkan terlihat bodoh biarpun hanya satu orang saja audience  yang ada di sini. Aku sering membuat sesuatu untuk konsumsi pribadi saja. Misalnya, blog ini. Tidak ada satu mahluk pun yang datang hadir membaca dan  merespon. But that's okay.  Dalam beberapa aspek / hal, aku tak butuh perhatian dan atau pengakuan. Sendirian saja itu asyik. Sayangnya aku lebih sering mengantuk.

Memodelkan Pertumbuhan Aset Perusahaan (Part 1)

Aku ingin bisa meluangkan resource untuk mempelajari sesuatu yang menarik perhatianku sejak lama: memodelkan pertumbuhan aset perusahaan, dalam hal ini tempatku bekerja saat ini. Tapi tentu saja membuat model data yang komprehensif dan mempertimbangkan banyak hal itu tidaklah mudah. Membersihkan Data. Semuanya dimulai dari data awal yang dimiliki. Seakurat apa isinya? Perlu cek dan ricek sebelum diolah? Tentu saja! Mana mungkin menghitung durasi aktivitas bila salah (awal atau akhir waktu) diisi dengan teks? Model angka yang dimunculkan dalam format general atau disesuaikan dengan dd-Mmm-yy? Semakin bermacam tipe format yang digunakan, database akan semakin besar dan kalkulasi bakal makin lama. Tidak efisien. Tentunya aku harus memutuskan seperti apa data yang ditampilkan dan dicatatkan. Selain itu semua bagian yang kosong atau tak mengikuti kaidah penulisan / pencatatan, harus dikoreksi. Tidak mungkin label dan identitas unik dibuat secara asal tanpa pengaturan khusus yang memu

Worrisome Me

I feel worry. It is normal or not, to be constantly worry? I know some people have this constant anxiety issue, but is it normal ? Even two thousand years ago this feeling is also felt among those living the times because what texts people wrote about figures and their words to the common man. I'm pretending like I know things, right? Well, actually, I don't. And that worries me, a lot. Wouldn't know what to do with my life.  because of this worrying.

Mengantuk Tapi Ada Kebutuhan

Baru pukul 10 malam tetapi aku sudah sangat mengantuk dan ingin tidur namun aku sadar ada kebutuhan lain yang mendorongku untuk tidak beristirahat: Belajar. Ya, aku tahu aku butuh belajar dalam sisa umurku ini. Semakin terganggu di bawah sadar bahwa aku menyia-nyiakan waktu dengan tidak melakukan ini dan itu yang secara manfaat lebih bernilai daripada membaca linimasa di akun media sosial. Jadi biarlah ini menjadi update singkat bahwa aku tidak lupa mengabarkan ke dunia soal kegelisahanku tentang ketidaktahuanku atas banyak hal.

mencoba maju biarpun sendirian

kali ini aku merasa lelah tapi tentu harus menyemangati diri sendiri untuk tetap mencoba maju biarpun aku merasa sendirian. ada banyak pekerjaan di kantor yang bisa dikerjakan dan butuh perbaikan, penyempurnaan, dan evaluasi pelaksanaan yang sudah ada. untuk itu butuh kolaborasi antar karyawan dengan tujuan sama dan tingkat antusiasme yang tinggi. namanya juga mengejar target perusahaan, benar? tapi kalau diperhatikan lagi, tidak mudah untuk melakukan apa yang secara teori sudah dipahami -- atau dirasa seakan-akan paham -- secara kontinu, berkomitmen, dan konsisten. menyelesaikan tugas dan menghasilkan sesuatu dalam standar tertentu dalam durasi waktu yang telah diberikan sebelumnya, itu bagus sekali. tapi ada berapa orang yang mau maju dan mengerjakan dengan sebaik-baiknya, menantang diri sendiri untuk melakukan yang terbaik dan bersaing sehat dengan karyawan lain? ada banyak pertanyaan pribadi dalam benak tapi yang jelas aku harus berani dan mau dan gigih untuk mencoba maju biarp

LOSS. LOSS AGAIN.

Hanya itulah yang terpikirkan dalam kepala ini berulang-ulang. Posisiku LOSS dalam sebulan terakhir. Tidak memuaskan karena aku terlalu ceroboh, tidak sabar, tidak paham analisis teknikal, atau gabungan dari hal-hal itu. Malu rasanya mengaku kepada pasanganku kalau aku masih level belajar dan belajar dan terus saja menanggung LOSS! Bodoh!

Melanjutkan Pertanyaan Pada Diri Sendiri

Sebenarnya aku sudah malas untuk menuliskan apapun di sini tetapi aku sadar kalau aku harus, sekedar sebagai pengingat yang bisa dikunjungi lagi di kemudian hari. Mungkin sepuluh tahun lagi. Ini juga dengan anggapan bahwa dalam sepuluh tahun ke depan platform ini masih dipelihara dan didukung oleh Google. Atau oleh Alphabet, sebagai perusahaan induk. Menganggap semua ini masih ada dalam bentuk tulisan di dunia maya yang masih bisa diakses diriku -- dan orang lain karena aku biarkan dalam kondisi terbuka -- semacam khayalan dan harapan. Belum tentu terjadi tapi membayangkan menyimpan buku catatan di dalam peti atau laci di dalam kamar? Lebih menyusahkan lagi! Setidaknya untuk saat ini tidak ada yang mengecek historical browser-ku. Bahkan aku menuliskan semua ini hampir-hampir anonim karena tak ada yang mencari tahu sampai sedetil itu. Atau ada yang membaca tulisan ini? Kalau melihat metrik di dashboard, jawabannya sih: tak ada yang datang ke sini. Aku seperti menyampah di dala

Perubahan dan Pelajaran

Jadi aku mengalami beberapa hal yang mengingatkanku untuk selalu siap menghadapi perubahan. Mengingatkan, tak berarti membuatku siap sedia. Future-proof myself adalah mantra yang kuingatkan ke diri sendiri menghadapi persaingan di Jakarta. Tak mudah karena di sini berkumpul begitu banyak orang pintar dan cerdas dan cepat bertindak. Orang-orang yang gesit dan adaptif. Belajar lagi untuk lebih siap berubah dan beradaptasi. Biarpun kelelahan dan membuat tidak tenang tidur malam hari. Iya, gelisah. Gelisah karena kekhawatiran bahwa apa yang kulakukan, apa yang kupelajari, untuk menghadapi perubahan masa yang akan datang, ternyata salah arah. Kalau sampai benar salah arah, bahaya sekali karena bagaimana mau menyelamatkan waktu, tenaga, pikiran, dan uang yang sudah terpakai di jalur yang salah? Tidak ada yang benar-benar tahu seperti apa masa depan nanti. Aku hanya bisa antisipasi sebisanya. Berubah, belajar, evaluasi, berubah lagi. Seperti siklus, sampai mati nanti.

Menurutku Tidak Lucu

Bagi beberapa orang soal pekerjaan dan hidup agar bisa dinikmati, dibikin lucu saja. Biar seru, kata mereka sih begitu. Nah bila dipikir seperti itu tidak bisa juga kalau aku masih punya cara berpikir sesederhana hitam-putih. Iya / tidak. 1 atau 0. Menyebalkan ketika diminta melihat dalam beberapa skala abu-abu atau warna-warni sedangkan beberapa kondisi dasar dalam hidup tergantung hal segampang "ya" atau "tidak" secara berjenjang. Tak mudah menjelaskan konsep pemahaman yang kupegang. Mungkin karena sebenarnya, aku tidak benar-benar paham. Kalau dibilang orang, "Sok tahu!" Ya itulah aslinya aku.

Pengaruh Perkataan Orang Lain

Seberapa paham dirimu soal pengaruh ucapan orang lain kepada keadaan psikismu? Itu menjadi pertanyaanku malam ini saat kepalaku berdenyut-denyut hebat dan jantungku berdegup tidak teratur. Semuanya dimulai karena tadi sore atasanku secara "biasa" mengeluh soal kepalanya yang tak nyaman setelah mencoba menyeduh kopi dengan bubuk dari atas mejaku. Betapa kepalanya berdenyut tidak tenang dan jantungnya berdebar. Memang sebelumnya sudah kuperingatkan bahwa ini kopi berbeda dari yang biasa beliau minum tetapi mungkin beliau beranggapan bahwa dirinya sebagai peminum kopi reguler tentu sudah bisa menikmati berbagai jenis kopi. Lalu ternyata keadaan fisiknya setelah meminum kopi dari atas mejaku jadi mengganggu produktivitasnya? Entahlah. Yang jelas malam ini aku merasakan kepala berdenyut-denyut, dimulai tak lama setelah tadi sore beliau menyampaikan keluhannya. Aku seperti tersugesti bahwa aku merasakan keadaan yang sama dengannya. Entah aku baru sadar ada kondisi seperti ini

Pengakuan dan "Impostor Syndrome"

Seperti bersaing dengan mahluk gaib tak terlihat. Itulah yang kurasakan sebagai investor ritel kecil-kecilan dalam pasar saham Indonesia. Jadi memang tidak mudah untuk sambil belajar sambil praktek dalam skala kecil, namun dalam saat yang sama tetap harus melakukan pekerjaan biasa 9-to-5 (yang dalam hal di Indonesia menjadi 08:30-17:30 WIB). Jadi kalau ditanyakan soal analisis fundamental dan analisis teknikal, aku yakin kalau aku hanya bisa tersenyum dan tidak menjawab apa-apa karena memang seringnya justru otakku sudah terlalu lelah untuk berpikir dan mengingat teori apapun. Tentu saja ini berbahaya karena bila aku melakukan aksi pembelian atau penjualan saham padahal tidak melakukan analisis sebelumnya, hampir pasti aku hanya akan mendapatkan kerugian belaka. Sejujurnya, sudah pernah terjadi dan sepertinya akan terjadi lagi di masa yang akan datang. Padahal orang-orang yang tidak tahu apa itu pasar saham Indonesia tetapi tahu aku melakukan aksi jual beli saham akan menganggap a

Waktu Semakin Berkurang. Jendela Kesempatan Mulai Menutup.

Jadi siang ini aku membaca ada orang yang beropini di Twitter tentang standarisasi jenis profesi di Indonesia yang perlu segera diterapkan karena memang dibutuhkan stratifikasi kemampuan profesional. Aku setuju saja tetapi berhubung aku belum mulai sama sekali, kalau kata orang belum one foot inside  sama sekali maka sebenarnya waktu semakin menipis dan akan semakin tertinggal diriku. Ketika orang lain bisa bergerak cepat, lincah, dan meraih kesempatan yang ada, sedangkan aku hanya bisa melihat, saat-saat seperti itu dapat memicu kondisi mental memaki diri sendiri. Tidak sehat dan berbahaya bagi kesehatan mental. Namun pada intinya aku perlu mempercepat proses pengembangan diri dan menambah kemampuan baru yang relevan. Persaingan dunia kerja semakin sengit, tidak boleh menyerah dalam kompetisi dan lalu terlempar keluar dunia kompetisi ini. Semangat!

Patriot dan Gundala

Namanya juga hype.  Tentu saja ada beberapa kategori tertentu, yang ketika hype , aku ingin ikut serta larut dalam kehebohan. Ya karena aku suka, jadi terikut-ikut. Aku tak mau dong mengaku ikut-ikutan suatu hype  karena hal itu ya hype . Kalau aku suka, aku dukung. Kalau aku tak tertarik, seberapa seru pun orang di sekitar membahasnya, aku tak bergeming. {Iya, ini semacam kesombongan dan keinginan mempertunjukkan diri betapa idealisnya aku.} Jadi akhirnya aku memutuskan membeli komik "Patriot" jilid 1 dan 2. Isinya tentang tokoh-tokoh super dari komik lokal, termasuk di dalamnya Gundala (Putra Petir) dan Godam. Seperti apa artwork di dalamnya, aku belum tahu. Bagiku lebih penting adalah mendukung kreasi lokal -- selama ongkos apresiasi yang perlu kukeluarkan itu terjangkau. {Iya, aku suka membaca komik sejak kecil sampai sudah seumur ini. Accept me as I am .} Nanti kalau aku sudah selesai membacanya, akan aku ceritakan kesan yang kudapatkan. Apalagi kalau sudah menon

I Need To Revamp My Ability For Reading Comprehension

I am in a really bad mood because I just spend an hour reading technical documentation on how to do a few things that I need in order to finish my work, but then I forgot everything, almost in an instant. I spent a lot of time read and reread some paragraphs just to get confused again. Not easy to get myself out of the hole I am digging for myself. This is urgent because this is how I can get myself finish task faster. I need this ability / new set of skill. I am frustrated.

Compound Interest, Dalam Social Networking

Social networking sangat berguna bila dikerjakan dengan tepat. Dikerjakan dalam arti dipergunakan dengan optimal, melakukan analisis dan evaluasi penggunaan termasuk interaksi dan pertumbuhan clout  yang diharapkan nantinya dapat dimonetisasikan. Terdengar aneh mungkin bagi casual user  tetapi di masa kini siapa yang tak ingin mendapatkan penghasilan tambahan dari aktivitas di kala senggangnya? Saya juga mau! Tetapi tentu saja tidak mudah untuk mencapat tingkatan tertentu yang memungkinkan kehadiran kita dalam sebuah jejaring sosial ada dampaknya. Berinteraksi antar pengguna dan teman / kenalan / teman dari teman juga butuh waktu dan usaha untuk menumbuhkembangkannya. Dilakukan dengan tepat, social network yang dibina untuk tumbuh akan makin berlipat ganda hasilnya. Memperluas jejaring perkenalan dan pertemanan secara bertahap dan terus-menerus memang pada akhirnya butuh strategi yang komprehensif agar tidak menyiakan waktu, uang, tenaga, dan pikiran. Semuanya itu berharga,

Sesuatu Yang Remeh Dan Receh

Ingin membuat sesuatu yang remeh namun menyenangkan. Tidak rumit sehingga tidak perlu mengalokasikan waktu banyak untuk hal ini. Sederhana dan receh. Tetapi ini tentu butuh kemampuan berpikir dan kreativitas yang telah dilatih dan diasah dalam waktu lama. Jadi, bagaimana mau memulainya? Seperti apa tindakan yang perlu dilakukan untuk memuaskan keinginanku ini? Tidak ada hal yang cukup jelas -- semuanya samar dan tak utuh -- sehingga sulit menjadi sebuah gambaran dalam kepala. Sama seperti ketika aku melakukan kesalahan memesan barang pada saat kantor akan libur sehingga aku pikir tak lama lagi aku harus sibuk mencari barang yang dikirim tapi tidak sampai tersebut. Betapa tololnya.

Compound Interest, In Self-Study (Part 2)

Let's continue this topic (previous one here ) but keep it brief this time. Adding just one hour each day (or session but keep it regular enough) would be suffice for basic part. You can start from one Introduction session, provided you keep enough concentration, time, effort, money needed to be totally immersed in the one-hour self-study. This thing can only be done by yourself. You may asked for your friends/ families/ relatives/ colleagues for support but everything is just you . Make it or break it, it's all you. So as you added more information, knowledge on top of one another, reinforced it in your memory using adequate and suitable method, you'll gain interest  as your progress get much smoother. Before you know it, you'd be doing some stuffs that you don't imagine ever did a few weeks back. You'll just have to keep the discipline and commit yourself to self-study.

Compound Interest, In Savings

A few days ago I wrote here about compound interest in studying,especially while doing self-study. The word I was looking for was right there: commitment. I lack the commitment to do everything I can to improve myself. I know this is a HUGE problem but I just can't do other thing that I really need. Now about compound interest, I'm sure you can easily find anything and everything about this topic in the internet, particularly related to economic and financial website, be it articles, blogs, vlog, books (e- or physical), etc. I have to help myself by burying my head + mind + energy + focus to this improvement plan. Read, study, execute, evaluate result, revise, repeat. Because after doing improvement steps needed, I would experience the compounding interest effect that I needed. So how about the saving money topic? Yes, it's easy to understand, provided you know your math.

Compound Interest, In Self-Study (Part 1)

 So after reading and learning about a lot of things online, in Twitter, YouTube videos, internet articles and opinion, I realized that I am solely responsible to start doing this personal upgrade activities: self-study, adequate good quality sleep, eating healthy, physical exercises, and commitment to spouse. It seemed like a lot of thing and I could be easily overwhelmed by the feelings when there are too many new materials to study. The obstacle to my self-study intention is my discipline and commitment and consentration can easly faltered by any distraction. Like when I paused the "Introductory to R" video in YouTube because I felt sleepy. Instead of resting my head for a few minutes, I decided to open my web browser and write this post. I'm unable to just let go and relax. Not good at all. I will talk about this "compound interest in self-study" in next post. I can't fend off sleep...

Mengulang Bertanya Kepada Diri Sendiri

Sebelumnya pernah kutulis di sini tentang pertanyaan yang diajukan ke diri sendiri sebagai bentuk keraguan dan rasa tak percaya diri. Sebentuk evaluasi diri dan upaya meningkatkan rasa percaya diri. Jadi semuanya karena pertanyaan yang tidak bisa dijawab dengan memuaskan, sejauh dan sedalam apapun pertanyaan ini diarahkan. Mungkin karena aku tak punya teman yang bisa diajak berdiskusi dalam hal ini tentang jatidiri.

Tidak Mudah Untuk Jadi Disiplin

Dalam menjalani proses kehidupan dan menyadari ada banyak hal yang perlu diperbaiki, kulakukan rencana dan target pencapaian personal yang akan dievaluasi secara berkala. Semua ini karena aku paham bahwa hanya akulah yang bisa kuharapkan untuk menyelamatkan diri sendiri dari hidup masa tua yang kondisinya menyedihkan. Jadi tentu saja semua rencana dimulai dari angan-angan dan imajinasi, dianalisis dengan pragmatis dan dihadapkan pada realitas keterbatasan pribadi. Semua rencana yang disusun itu perlu diperhatikan dan diingat bahwa tak akan berhasil tercapai bila tidak disiplin dalam bekerja dan berkomitmen. Jadi semua yang diharapkan bisa dicapai itu sudah dibuat serealistis mungkin tetapi tentu saja kebiasaan lama yaitu sikap yang tak bisa disiplin inilah yang membuatku tak bisa mencapai bahkan seperempat dari target personal yang dibuatkan itu. Masalahnya sederhana, ada terlalu banyak hal/barang/peristiwa yang mengalihkan perhatian dan menyita waktu serta perhatian. Bayangkan, ak

Merambah dan Memperluas

Dalam menghadapi kemungkinan perubahan dunia, perlu beradaptasi untuk tetap dapat sejahtera. Tentu saja dengan kemampuan membaca dan memprediksi masa depan, skema rencana adaptasi bisa efisien dalam pelaksanaannya. Maka yang kulakukan adalah lebih dulu merambah bidang lain dengan maksud memperluas perspektif atas apa yang terjadi pada dunia ini. Membaca buku bisa dan masih menjadi salah satu cara termurah dan termudah untuk dilakukan. Kuakui bahwa kebiasaan membaca buku sudah agak lama ditinggalkan sehingga kemampuan berkonsentrasi dalam waktu lama sudah menurun. Kemampuan memahami isi dan topik bacaan yang lebih panjang dari dua paragraf juga sudah hampir menghilang. Nah ini tetap harus dilakukan karena seperti otot tubuh, otot otak juga harus dilatih dan "dipaksa" bekerja agar terbiasa menghadapi beban tersebut. Untuk cara lain yang kulakukan dalam rangka merambah dan memperluas area ini akan dibahas pada tulisan lainnya.

Mengikuti Zaman: Menjadi Acuh Dengan Pekerjaan

Dengan mudahnya aku jatuh ke dalam godaan  untuk bersikap sama seperti mayoritas kolega di kantor: bersikap acuh dengan pekerjaan. Maksudnya, bila memang waktunya pulang, ya pulang. Terdengar bagus, memang. Tapi jam kerja selama delapan jam itu? Tidak dipenuhi. Misalkan begini, masuk kerja pukul 08:30 pagi. Istirahat siang 12:00-13:00. Pulang pukul 17:30. Yang terjadi adalah: Absensi sebelum 08:30 pagi. Tiba di meja, menyalakan komputer dan membuka program email. Lalu kunci layar dan turun ke warung di belakang atau di bawah selama antara 45 menit sampai satu jam. Pukul 11:30 sudah pergi istirahat dan makan siang, balik lagi ke kantor dan mulai bekerja sekitar 13:30. Pulang pukul 17:30. Itu pun selama jam kerja yang sudah terpotong-potong itu, diisi dengan ngobrol baik secara lagsung maupun lewat program chatting  di handphone. Atau seakan konsentrasi menatap layar komputer / laptop  tetapi sebenarnya sedang menonton video streaming dari detikcom (soalnya YouTube diblok

New Skill Needed

I should push myself harder to gain new skills needed to expand my possibility channel of income. Multiple strain of income is needed ASAP because when you have spouse that you want to keep happy, at least I would have money as to skip some part of mundane things I must go through. Talking. Like in making podcast, I need a continuous script (and scriptwriter) that adequate to make it to next point of life. The thing is I don't suppose I can get it to be another source of income stream because not a lot of people would be listening. Writing. Like keeping this blog up to date. Not easy and definitely not enough content to achieve traction to lead anywhere. Probematic because I want to get as much done as possible but I know I can screw up easily. You know what? I should be starting from something, somewhere.

Hot Button Issue and Political Tweet

After years of having Twitter account, only recently one of mine got a lot of interaction. That's by tweeting political stuff, replying to some young politician which failed to secure a seat in the parliament, as his own party also failed to secure national seat by falling to pass parliamentary threshold. I don't know how to respond to those notification but I'm learning to accept that to gain interaction, I should be responding to hot button issues. I've seen how some people gain followers in that particular social media but I just don't want to spend that much time in that platform. Of course all that interaction doesn't correlate with additional followers. It was a sure way long time ago for gaining followers, but not now.

Tradisi Lima Tahunan

Besok adalah hari yang cukup penting. Semacam ritual kecil. Besok saatnya memilih anggota dewan legislatif dan memilih pasangan presiden dan wakil presiden. Besok itu sebuah pesta dalam negara demokrasi seperti Indonesia. Makanya patut dirayakan dengan gembira. Aku memutuskan memilih dalam segala keterbatasan opsi yang ada. Tidak ada yang sempurna tapi semua seharusnya seperti sebuah proses incremental. Bertingkat. Makin lama makin baik. Tidak bisa kan, mendadak turun sesosok Ratu Adil yang dengan instan membuat rakyat sejahtera? Itu mimpi saja. Di mana-mana, perbaikan dan peningkatan gradual yang normal. Kita tak mampu kalau harus revolusi dengan angkat senjata dan konflik. Besok adalah tradisi lima tahunan. Aku pulang. Untuk Indonesia yang lebih baik.

Ekonomi Digital

Ekonomi digital di masa depan itu kunci. Aku perlu adaptasi agar tidak tertinggal, yang berarti dimiskinkan tanpa bisa bangkit lagi. Memang semua orang perlu makan, pakaian, tempat tinggal. Tapi untuk memperoleh itu semua, penguasaan atas apa yang sedang dibutuhkan itu perlu. Maju dan merangsek ke dalam, menembus batas yang dibuat orang, menghalangi atau mengurangi pembagian. Menyesuaikan diri dan beradaptasi untuk masa depan dengan tumpuan pada ekonomi digital.

Perbedaan Antara Dua Orang Yang Tinggal Di Bawah Atap Yang Sama

Ternyata tidak mudah untuk tinggal di bawah atap yang sama namun selalu akur. Satu visi dan misi. Menemukan titik temu dan kesepakatan dalam banyak hal. Atau dalam semua hal. Itulah yang kupelajari dalam waktu beberapa minggu ini. Gesekan-gesekan kecil, dalam beberapa hari sekali, bakal terjadi. Egoku yang masih terlalu besar membuatku tak bisa menerima bahwa pendapat personaliti bisa diterima. Bodoh sekali ya? Bagaimana mungkin aku bisa selalu benar? Tapi aku tak mau menerima kenyataan kalau aku dibilang tidak tepat dalam berbuat dan bertindak. Apalagi kalau dibilang kesimpulan yang kuambil itu salah. Sungguh tinggal bersama di bawah atap yang sama punya tantangan tersendiri. Mari belajar menemukan titik keseimbangan dan memperbaiki diri sendiri.

Masalah Dengan Mudah Lupa

Jadi beberapa waktu lalu aku membaca tentang kekurangan pribadi yaitu mudah lupa, spesifik tentang membaca buku dan memahaminya, serta betapa mudahnya untuk melupakan hal yang baru saja dibaca beberapa halaman sebelumnya. Aku akui ini terjadi padaku. Bayangkan, sesudah melewati beberapa lembar bacaan, mendadak terpikir, "Eh tunggu dulu, tadi dia bahas apa ya?" Hal ini kurasa menggangguku. Ini jugalah sebabnya aku sungkan untuk mengambil kursus atau pendidikan bersertifikasi -- yang berarti harus ujian. Semata-mata karena aku ragu setelah membayar mahal dengan uang dan waktu, pada saatnya ujian aku tidak lulus karena aku melupakan semua hal yang belum lama dipelajari. Ini kekurangan yang perlu diatasi tapi tidak mudah. Apakah penambah parahnya mudah lupa ini karena aku makin jarang membaca teks panjang? Apakah aku lebih banyak menghabiskan waktu membaca cuitan orang di Twitter yang terbatas hanya 280 karakter sehingga membaca beberapa alinea akan membuatku mengernyitkan da

Dari Semua Yang Pernah Aku Jalani

Dari semua yang pernah aku jalani, di sini yang berikan damai di hati. Ada saatnya aku merasa pekerjaan yang kulakukan kurang bernilai tambah. Seperti melakukan rutinitas yang tidak cukup layak untuk terus dikerjakan. Tetapi kalau orang lain mungkin menganggap pekerjaan dan tugasku tidak jelas dan posisiku hanya untuk mengganggu orang-orang ini melakukan tugasnya. Tetapi tentu saja yang perlu kulakukan sekali-sekali adalah berhenti dan mengamati secara seksama sebenarnya apa saja yang kulakukan, apa yang belum kulakukan tapi bisa dilakukan dan sebenarnya bermanfaat. Melakukan hal berbeda untuk dapat nilai tambah yang berguna, sesuatu yang sebenarnya kuinginkan. Tidak mudah karena butuh kemampuan lebih. Kapan aku akan melakukan analisis ini? Soalnya bila tidak terasa memuaskan, mungkin sudah saatnya aku mencari tempat baru yang mungkin saja  bisa memberikan hal yang aku inginkan ini. Iya, ini sebenarnya soal keraguan diri.

Pengelolaan Emosi Dan Menjadi Dewasa

Dalam dunia profesional, kemampuan untuk mengelola emosi adalah perlu. Dalam bentuk dasar adalah tersenyum dan berkata, "Siap, Pak!" padahal dalam hati tidak menyukai instruksi yang diterima atau dalam kepala memikirkan bahwa tidak mungkin ide atasan tersebut -- yang dianggapnya cemerlang -- dapat diwujudkan seperti yang diinginkan beliau. Dalam dunia kerja, tantangan seperti mewujudkan permintaan dari atasan adalah cara untuk menaiki jenjang karir yang tentunya tidak semudah membalik telapak tangan. Sesuai pengalaman pribadi, pada akhirnya adalah bukan seberapa banyak hal yang dapat dirimu deliver  sesuai dengan schedule  yang ada tetapi seberapa dekat dirimu dengan atasanmu. Sungguh ironis karena itu berarti orang-orang yang bekerja keras dan memberikan hasil pada bagian awal, lalu "kehabisan amunisi" di bagian setengah akhir, akan dianggap tidak berhasil demi untuk menyelamatkan orang yang lebih "dekat". Memang dunia tidak adil tapi seperti itul

Belajar Dari Yang Kualitas Biasa

Jadi seperti kebanyakan pemuda millenial yang berkeliaran di muka bumi Indonesia saat ini, aku juga belajar menikmati kopi. Terutama bila kopinya bersumber dari tanah air Nusantara. Karena aku cinta Indonesia, aku cinta Rupiah. Sebenarnya aku cinta uang, mau Rupiah, mau Dolar, mau Ringgit ataupun Riyal. Yang penting UANG. Melenceng sedikit, sekarang balik ke topik kopi. Tentu saja karena kopi  yang baik tidak pernah murah. Kenapa begitu? Ya tentu saja porsi petani harus baik. Namanya juga apresiasi terhadap kerja. Sama kalau saya jadi karyawan terus bekerja dengan baik (setidaknya menurut saya dan atasan saya), tapi oleh HRD hanya diberikan upah di batas bawah rerata industri. Ya emosi dong. Tidak rela. Atau kalau saya jadi pengusaha, bekerja dengan totalitas dan dengan sebaik-baiknya tetapi oleh pasar semua tidak bersedia bayar harga wajar yang berakibat saya nombok biaya produksi terus. Ya boncos . Makanya untuk kopi, aku bisa menikmati -- dan belajar menikmati -- kopi ya

Menyelidiki Kemungkinan Kemalasan

Kuakui kalau diriku ini punya sifat pemalas yang begitu besarnya, terkadang sampai aku tak mau bergerak dari tempatku saat itu biarpun kondisinya sudah tidak lagi sehat. Kemalasan yang mengganggu ini tidak baik. Terkadang bahkan aku lebih baik menahan haus (atau menahan rasa kebelet) karena malas untuk beranjak dari tempat duduk. Tidak baik, tidak sehat, memang. Tapi memang begitulah kalau sudah malas. Untuk berpikirpun sudah tidak mau. Seakan semua anggota badan menolak melakukan bagian mereka masing-masing. Tentu saja kebiasaan ini tidak boleh diikuti dan dituruti lebih lama lagi. Perlu dilawan! Analisis apa yang terjadi membuatku malas ini perlu dilakukan agar ditemukan cara untuk melawannya. Mari kita mulai! Besok...?

Mengatur Prioritas Hidup (Part 3)

(Lihat tulisan sebelumnya di sini  dan di sini ) Menjadikan diri sendiri sebagai prioritas kadang terlewatkan olehku. Mungkin terlewatkan olehmu juga. Menjadikan diri sendiri prioritas ini maksudnya dengan memperhatikan kebutuhan fisik dan psikis diri sendiri: makan teratur dengan menu yang sehat, olahraga teratur, istirahat cukup, dan lainnya. Tidak banyak yang sadar bahwa aset paling penting dalam menjalani hidup, terutama di Jakarta yang keras ini, adalah diri sendiri. Kita bisa saja menganggap hidup tahan banting  itu sebagai sebuah badge of honor , sebagai sesuatu yang layak dibanggakan. Padahal kita semua salah bila memperlakukan diri sendiri bagai sansak. Tubuh dan pikiran memang perlu dilatih dan diberikan ujian tetapi bukan berarti menyiksa diri tanpa ada masa perawatan dan pemulihan, atau bahkan masa memanjakan diri sendiri (secara terbatas tentunya). Ketika menyusun prioritas hidup, kita membuatkan daftar hal-hal yang tangible  untuk diraih: Keluarga. Anak. Rumah. Mo

Integrasi Kemampuan Personal - Sebuah Upaya Peningkatan Skill

Akhirnya berbagai macam software yang biasanya aku hanya sekedar tahu atau pernah lihat mulai berkelindan yang berarti aku harus bisa membuat sebuah workflow yang seamless dengan berpindah antar program dan aplikasi yang berbeda. Kebutuhan monitoring and reporting yang melibatkan berbagai macam departemen berbeda divisi tentu tidak mudah. Menyatukannya dalam sebentuk laporan yang mudah dipahami user  itulah tantangannya. Aku harus mengolah data progress pekerjaan, pengecekan terhadap kondisi rencana lapangan dan gambar rencana, membuat analisis dan summary disajikan secara berkala itulah yang perlu aku pelajari. Ada aplikasi peta seperti QGIS dan Google Earth Pro yang gratis, progress  kerja yang disimpan dalam spreadsheet Microsoft Excel, organization chart  di Microsoft Visio, surat tugas kerja dan lainnya di Microsoft Word, tampilan report dalam presentation slide Microsoft Powerpoint. Oh ya tentu saja untuk pekerjaan yang kompleks, membuatnya dalam sebuah monitoring di Microsof

Mengatur Prioritas Hidup (Part 2)

Sebelumnya aku pernah bercerita tentang prioritas hidupku yang tidak jelas karena ketika orang-orang lain berangkat untuk hobi, aku masih tetap ada di kantor untuk bekerja. Tidak enak melihat ketika rombongan teman-teman berjalan keluar kantor untuk menjalankan aktivitas bukan kerja, aku masih tertahan di kantor. Sekarang di tahun 2019 ini aku berniat untuk mengubah itu semua! Tidak bisa lagi hanya berkutat dengan pekerjaan lalu pulang dari kantor dalam keadaan lelah tidak bertenaga untuk mengerjakan hobi atau belajar hal baru. Aku harus menentukan prioritas dalam hidupku demi kebaikan dan pengembangan diri. Menjadi orang yang lebih baik dan lebih kaya, sepertinya enak. Dengan lebih kaya, aku punya kemampuan membayar biaya jasa orang lain agar aku lebih banyak waktu luang untuk melakukan aktivitas peningkatan diri. Tapi sekaya apa yang aku mau dan incar? Sama seperti doa, membuat target juga harus spesifik dan breakable dalam detail yang achieveable. Semakin diperhatikan